Wednesday, 15 April 2015

SAMPUL




Setelah lama nggak post, akhirnya bisa post juga. ini sebenarnya mau diikutin giveaway biar bisa dapet novel gratis. tapi karena kata-katanya melebihi dari maksimal yang ditentukan, akhirnya aku putuskan untuk di upload di blog aja. Toh blog juga udah lama gak aktif.
Ini cerita misteri. Pertama kali nulis cerita misteri nih. Ceritanya Cuma singkat. Karena novel yang aku buat belum selesai karena sesuatu dan lain hal, makanya sambil menunggu mending baca dulu. Jangan lupa komennya yah... kalo jelek maaf, ini dibuat buru-buru juga.. aku juga baru kali ini loh nulis cerita misteri '-'
Don't be silent pembaca ye~ 
Belajar untuk menghargai karya orang lain..okee ;)
 


Sampul
Aku masih belum bisa tidur dengan nyenyak sejak kematian sahabatku, Sela. Bagiku itu bukan kematian yang biasa. Apa mungkin seseorang yang bunuh diri menggenggam buku catatannya yang terlihat manis dengan sampul bercorak mawar? Disampingnya terdapat bungkusan permen yang isinya kosong. Setiap orang mungkin memiliki kemungkinan untuk bunuh diri, tapi untuk Sela hanya 1% kemungkinan dia melakukannya. Seorang yang periang apalagi ia seorang yang taat beribadah, tak mungkin melakukan bunuh diri dengan alasan yang tidak jelas. Polisi memberikan data, kalau Sela meninggal karena bunuh diri dikarenakan tidak sanggup lagi menjalani hari-harinya. Sungguh laporan yang begitu abstrak. Tapi jelas saja, tidak ditemukan sianida selain dari tangan dan permen yang dimakan oleh Sela.
Sudah 3 hari berlalu sejak aku menyelidiki kematian sahabatku itu, dan buku bersampul manis itu menjadi petunjuk satu-satunya. Dan aku menyelidiki tiga orang yang menemukan mayat Sela dikelas dengan mulut yang berbusa setelah pelajaran olahraga berakhir. Ekel, Roza,  dan Max  yang adalah teman dekat. Perkiraan kematiannya antara jam 8 hingga 10 pagi, tapi selama jam tersebut  semua siswa kelas 3-B berada dilapangan sekolah karena pelajaran olahraga. Setelah menyelidiki tiga sekawan itu, aku bisa mengumpulkan data dan barulah aku menyelidiki bagaimana orang itu membunuh sahabatku.
Ekel, pada saat waktu kejadian berada di lapangan sedang bermain bola basket dengan Roza, Max, dan beberapa teman lainnya. Artinya ada yang bisa membuktikan pada waktu kejadian bahwa mereka memang berada dilapangan sekolah. Dari antara mereka bertiga tidak ada yang memiliki hubungan yang dekat dengan Sela, tapi aku terus menyelidiki hingga menemukan fakta bahwa mereka memiliki hubungan yang tidak diketahui teman-teman kelasku. Ekel, ayahnya bekerja sebagai pegawai disalah satu cabang perusahaan ayah Sela, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Roza, ibunya bekerja sebagai pegawai di perusahaan induk ayah Sela, sedangkan ayahnya telah meninggal saat ia berumur 8 tahun. Dan Max, kedua orang tuanya sama-sama bekerja diperusahaan dimana akedua orang tuanya sama-sama bekerja diperusahaan dimana ayah Sela menjadi pemegang saham terbesar diperusahaan itu. Usahaku tidak sia-sia, aku bisa mengetahui sekarang siapa pembunuh itu dan bagaimana caranya bisa membunuh. Dan hari ini, aku berencana untuk membuat pembunuh itu mengaku. Secara langsung dihadapanku.
“Kau tampaknya bukan seorang pendengar yang baik ya” kataku dalam kelas yang hanya ada aku dan si pelaku. “Makanya, kau harus menjadi seorang pendengar yang baik sebelum menjadi seorang pembunuh. Akuilah bahwa kau yang membunuh Sela.” lanjutku. Wajahnya terlihat ketakutan. “Apa maksudmu? Aku membunuh Sela? Jangan membuat fitnah. Lagipula, kenapa aku harus membunuh Sela.” Jawabnya yang mencoba untuk tenang.
            “Menaruh sianida disepatu, kau pasti tahu kalau Sela selalu lebih dulu kembali ke kelas dan mengganti sepatu ketsnya. Kebiasaan Sela setelah selesai mengganti pakaiannya, selalu memakan permen. Karena itu kau bisa memperhitungkannya dengan baik. Aku tidak tahu dimana kau mendapatkan racun itu. Tapi aku tahu kalau kau pasti berpikir polisi tidak akan memeriksa sepatunya, kalau pun diperiksa tidak akan ditemukan ‘kan, karena sepatu yang telah diganti, pasti tidak akan ditemukan. Beberapa hari sebelum kejadian aku juga melihat kau menemui Sela.”
“Apa hanya karena aku menemuinya sehingga kau menuduhku? Wah, ini pencemaran nama baik loh, Rina.” dia masih mengelak.
“Wah, kau melihat buku yang digenggam Sela kan? Mungkin kau berpikir itu hanya sebuah kebetulan kan? Tapi kau tidak tahu kalau Sela meninggalkan petunjuk melalui buku itu. Buku dengan sampul mawar yang manis. Mawar, dalam bahasa Bulgaria adalah Roza. Sela tahu disaat-saat kesakitannya karena racun itu, kaulah yang merencanakan itu semua.” Aku bisa melihat wajahnya yang begitu tegang sekarang.
“Apa karena namaku...” katanya yang langsung ku potong dengan melanjutkan penjelasaku.
“Kau mungkin mendengar kalau ibumu dipecat dari perusahaannya kan? Tapi kau sebenarnya tidak tahu tujuan kenapa ibumu dikeluarkan dari perusahaan itu...” aku menjelaskan tapi dia langsung memotong “Satu-satunya tempat yang menerima ibuku adalah perusahaan itu”
Aku tidak percaya kalau semudah ini membuatnya mengaku “hanya ibu yang mencari nafkah untuk keluarga kami. Tapi sekarang, ibu tidak tahu harus kemana lagi karena dipecat oleh presedir perusahaan itu yang adalah ayah Sena. Ya, aku memang menemuinya, mencoba meminta bantuannya. Tapi dia hanya bilang ‘Ayahku yang mengatur perusahaan, bukan aku.’ Bukannya dia anak satu-satunya, aku tahu kalau Ayahnya selalu mengikuti apa yang dimintanya. Kalau dia meminta untuk mempertahankan satu pegawai di kantor ayahnya itu tak terlalu berat kan? Dengan membunuhnya , ayahnya juga akan merasakan sakit yang dirasakan keluargaku.”
Perkataannya itu, membuatku merasa kalau Roza anak remaja yang sungguh tak memiliki hati. Dia begitu kejam. Dengan perlahan aku menjelaskan saat dia berhenti berbicara, bola matanya seperti ada api yang membara “Kau tidak tahu, karena tidak mendengar penjelasan ibumu dengan baik. Apa saat ibumu mengatakan itu, apa wajahnya terlihat murung atau seperti tak memiliki harapan?” Roza terdiam “Saat ibumu mengatakan kalau dia dipecat, kau pasti langsung pergi meninggalkannya kan? Kau tidak mendengarkannya lebih lanjut kan, karena kau berpikir ekspresi wajah ibumu yang juga akan membuat hatimu sakit saat melihatnya.” Dia masih terdiam, apa yang aku katakan sepertinya tepat.
Aku melanjutkan “Ibumu tidak dipecat. Ayah Sela akan membuka cabang perusahaan yang baru, dan pegawai yang dikeluarkan dari perusahaan induk akan dipindahkan disana. Ibumu mungkin belum selesai mengatakan semuanya.”
“Tidak mungkin.” Katanya dengan raut wajah yang tidak percaya “tapi kenapa harus memberhentikan ibuku?”
“Ibumu tidak diberhentikan, Ibumu mungkin hanya bercanda denganmu. Semua pegawai yang akan dipindahkan diperusahaan cabang akan dinaikkan pangkatnya. Mungkin karena itulah ibumu diberhentikan agar bisa mempersiapkan semuanya.”
Roza tidak bisa berkata-kata lagi. Kedua tangannya diletakkan di kepala. Tak percaya dengan apa yang didengarnya. Lalu ia menangis dalam ruangan yang tak ada siapa-siapa selain aku.
Aku meninggalkannya dengan membawah handphone yang aku gunakan untuk merekam semua percakapan kami tadi. Hal ini membuatku belajar untuk mendengar perkataan orang dengan baik. Dan mendengar perkataan orang secara keseluruhan.
Segera aku membawa rekaman itu ke kantor polisi terdekat. Aku kembali kesekolah menggunakan mobil patroli. Polisi segera mengambil sepatu kets berwarna biru yang menjadi saksi bisu akan kematian sahabatku Sela. Benar saja, dari sepatu itu ditemukan racun sianida. Polisi tidak sempat memeriksa sepatu itu karena terkunci didalam loker. Roza juga langsung diamankan oleh polisi, dengan tangan yang diborgol, Roza masuk kedalam mobil polisi dengan tertunduk, matanya berkaca-kaca, menyesal akan apa  yang dilakukannya.
Penyesalan selalu datang terakhir. Begitu pula yang dirasakan Roza. Penyesalan atas apa yang dilakukannya harus ia renungi dibalik jeruji besi.
Dan mungkin Sela, sekarang hidup dengan damai dialam sana. Kebenaran dari kematiannya terungkap. Sela tidak perlu memikirkan lagi akan omongan orang yang menganggapnya tidak baik karena diduga bunuh diri.
Sela, sekalipun telah berada ditempat yang berbeda denganku, kau akan selalu berada dihatiku. Tak akan pernah terlupakan.

No comments: