Setelah lama nggak post, akhirnya bisa
post juga. ini sebenarnya mau diikutin giveaway biar bisa dapet novel gratis.
tapi karena kata-katanya melebihi dari maksimal yang ditentukan, akhirnya aku putuskan untuk di upload di blog aja. Toh blog juga udah lama gak aktif.
Ini cerita misteri. Pertama kali nulis
cerita misteri nih. Ceritanya Cuma singkat. Karena novel yang aku buat belum
selesai karena sesuatu dan lain hal, makanya sambil menunggu mending baca
dulu. Jangan lupa komennya yah... kalo jelek maaf, ini dibuat buru-buru juga.. aku juga baru kali ini loh nulis cerita misteri '-'
Don't be silent pembaca ye~
Belajar untuk menghargai karya orang lain..okee ;)
Sampul
Aku masih belum bisa
tidur dengan nyenyak sejak kematian sahabatku, Sela. Bagiku itu bukan kematian yang biasa. Apa
mungkin seseorang yang bunuh diri menggenggam buku catatannya yang terlihat
manis dengan sampul bercorak mawar? Disampingnya terdapat bungkusan permen yang
isinya kosong. Setiap orang mungkin memiliki kemungkinan untuk bunuh diri, tapi
untuk Sela hanya 1% kemungkinan dia melakukannya. Seorang yang periang apalagi
ia seorang yang taat beribadah, tak mungkin melakukan bunuh diri dengan alasan
yang tidak jelas. Polisi memberikan data, kalau Sela meninggal karena bunuh
diri dikarenakan tidak sanggup lagi menjalani hari-harinya. Sungguh laporan
yang begitu abstrak. Tapi jelas saja, tidak ditemukan sianida selain dari
tangan dan permen yang dimakan oleh Sela.
Sudah 3 hari berlalu sejak aku menyelidiki kematian sahabatku itu, dan buku
bersampul manis itu menjadi petunjuk satu-satunya. Dan aku menyelidiki tiga
orang yang menemukan mayat Sela dikelas dengan mulut yang berbusa setelah
pelajaran olahraga berakhir. Ekel, Roza, dan Max yang adalah teman dekat. Perkiraan kematiannya
antara jam 8 hingga 10 pagi, tapi selama jam tersebut semua siswa kelas 3-B berada dilapangan
sekolah karena pelajaran olahraga. Setelah menyelidiki tiga sekawan itu, aku
bisa mengumpulkan data dan barulah aku menyelidiki bagaimana orang itu membunuh
sahabatku.
Ekel, pada saat waktu
kejadian berada di lapangan sedang bermain bola basket dengan Roza, Max, dan
beberapa teman lainnya. Artinya ada yang bisa membuktikan pada waktu kejadian
bahwa mereka memang berada dilapangan sekolah. Dari antara mereka bertiga tidak
ada yang memiliki hubungan yang dekat dengan Sela, tapi aku terus menyelidiki
hingga menemukan fakta bahwa mereka memiliki hubungan yang tidak diketahui
teman-teman kelasku. Ekel, ayahnya bekerja sebagai pegawai disalah satu cabang
perusahaan ayah Sela, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Roza, ibunya bekerja
sebagai pegawai di perusahaan induk ayah Sela, sedangkan ayahnya telah meninggal
saat ia berumur 8 tahun. Dan Max, kedua orang tuanya sama-sama bekerja
diperusahaan dimana akedua orang tuanya sama-sama bekerja diperusahaan dimana
ayah Sela menjadi pemegang saham terbesar diperusahaan itu. Usahaku tidak
sia-sia, aku bisa mengetahui sekarang siapa pembunuh itu dan bagaimana caranya
bisa membunuh. Dan hari ini, aku berencana untuk membuat pembunuh itu mengaku. Secara
langsung dihadapanku.
“Kau tampaknya
bukan seorang pendengar yang baik ya” kataku dalam kelas yang hanya ada aku dan
si pelaku. “Makanya, kau harus menjadi seorang pendengar yang baik sebelum
menjadi seorang pembunuh. Akuilah bahwa kau yang membunuh Sela.” lanjutku. Wajahnya
terlihat ketakutan. “Apa maksudmu? Aku membunuh Sela? Jangan membuat fitnah. Lagipula,
kenapa aku harus membunuh Sela.” Jawabnya yang mencoba untuk tenang.
“Menaruh sianida disepatu, kau pasti
tahu kalau Sela selalu lebih dulu kembali ke kelas dan mengganti sepatu
ketsnya. Kebiasaan Sela setelah selesai mengganti pakaiannya, selalu memakan
permen. Karena itu kau bisa memperhitungkannya dengan baik. Aku tidak tahu
dimana kau mendapatkan racun itu. Tapi aku tahu kalau kau pasti berpikir polisi
tidak akan memeriksa sepatunya, kalau pun diperiksa tidak akan ditemukan ‘kan,
karena sepatu yang telah diganti, pasti tidak akan ditemukan. Beberapa hari
sebelum kejadian aku juga melihat kau menemui Sela.”
“Apa hanya karena aku menemuinya sehingga kau menuduhku? Wah, ini
pencemaran nama baik loh, Rina.” dia masih mengelak.
“Wah, kau melihat buku yang digenggam Sela kan? Mungkin kau berpikir itu
hanya sebuah kebetulan kan? Tapi kau tidak tahu kalau Sela meninggalkan
petunjuk melalui buku itu. Buku dengan sampul mawar yang manis. Mawar, dalam
bahasa Bulgaria adalah Roza. Sela tahu disaat-saat kesakitannya karena racun
itu, kaulah yang merencanakan itu semua.” Aku bisa melihat wajahnya yang begitu
tegang sekarang.
“Apa karena namaku...” katanya yang langsung ku potong dengan melanjutkan
penjelasaku.
“Kau mungkin mendengar kalau ibumu dipecat dari perusahaannya kan? Tapi kau
sebenarnya tidak tahu tujuan kenapa ibumu dikeluarkan dari perusahaan itu...”
aku menjelaskan tapi dia langsung memotong “Satu-satunya tempat yang menerima
ibuku adalah perusahaan itu”
Aku tidak percaya kalau semudah ini membuatnya mengaku “hanya ibu yang
mencari nafkah untuk keluarga kami. Tapi sekarang, ibu tidak tahu harus kemana
lagi karena dipecat oleh presedir perusahaan itu yang adalah ayah Sena. Ya, aku
memang menemuinya, mencoba meminta bantuannya. Tapi dia hanya bilang ‘Ayahku
yang mengatur perusahaan, bukan aku.’ Bukannya dia anak satu-satunya, aku tahu
kalau Ayahnya selalu mengikuti apa yang dimintanya. Kalau dia meminta untuk
mempertahankan satu pegawai di kantor ayahnya itu tak terlalu berat kan? Dengan
membunuhnya , ayahnya juga akan merasakan sakit yang dirasakan keluargaku.”
Perkataannya itu, membuatku merasa kalau Roza anak remaja yang sungguh tak
memiliki hati. Dia begitu kejam. Dengan perlahan aku menjelaskan saat dia
berhenti berbicara, bola matanya seperti ada api yang membara “Kau tidak tahu,
karena tidak mendengar penjelasan ibumu dengan baik. Apa saat ibumu mengatakan
itu, apa wajahnya terlihat murung atau seperti tak memiliki harapan?” Roza
terdiam “Saat ibumu mengatakan kalau dia dipecat, kau pasti langsung pergi
meninggalkannya kan? Kau tidak mendengarkannya lebih lanjut kan, karena kau
berpikir ekspresi wajah ibumu yang juga akan membuat hatimu sakit saat
melihatnya.” Dia masih terdiam, apa yang aku katakan sepertinya tepat.
Aku melanjutkan “Ibumu tidak dipecat. Ayah Sela akan membuka cabang
perusahaan yang baru, dan pegawai yang dikeluarkan dari perusahaan induk akan
dipindahkan disana. Ibumu mungkin belum selesai mengatakan semuanya.”
“Tidak mungkin.” Katanya dengan raut wajah yang tidak percaya “tapi kenapa
harus memberhentikan ibuku?”
“Ibumu tidak diberhentikan, Ibumu mungkin hanya bercanda denganmu. Semua pegawai
yang akan dipindahkan diperusahaan cabang akan dinaikkan pangkatnya. Mungkin karena
itulah ibumu diberhentikan agar bisa mempersiapkan semuanya.”
Roza tidak bisa berkata-kata lagi. Kedua tangannya diletakkan di kepala. Tak
percaya dengan apa yang didengarnya. Lalu ia menangis dalam ruangan yang tak
ada siapa-siapa selain aku.
Aku meninggalkannya dengan membawah handphone
yang aku gunakan untuk merekam semua percakapan kami tadi. Hal ini membuatku
belajar untuk mendengar perkataan orang dengan baik. Dan mendengar perkataan
orang secara keseluruhan.
Segera aku membawa rekaman itu ke kantor polisi terdekat. Aku kembali kesekolah
menggunakan mobil patroli. Polisi segera mengambil sepatu kets berwarna biru
yang menjadi saksi bisu akan kematian sahabatku Sela. Benar saja, dari sepatu
itu ditemukan racun sianida. Polisi tidak sempat memeriksa sepatu itu karena
terkunci didalam loker. Roza juga langsung diamankan oleh polisi, dengan tangan
yang diborgol, Roza masuk kedalam mobil polisi dengan tertunduk, matanya
berkaca-kaca, menyesal akan apa yang
dilakukannya.
Penyesalan selalu datang terakhir. Begitu pula yang dirasakan Roza. Penyesalan
atas apa yang dilakukannya harus ia renungi dibalik jeruji besi.
Dan mungkin Sela, sekarang hidup dengan damai dialam sana. Kebenaran dari
kematiannya terungkap. Sela tidak perlu memikirkan lagi akan omongan orang yang
menganggapnya tidak baik karena diduga bunuh diri.
Sela, sekalipun telah berada ditempat yang berbeda denganku, kau akan
selalu berada dihatiku. Tak akan pernah terlupakan.
No comments:
Post a Comment