TEMPAT YANG BARU
Burung
besi yang besar itu tampak mulai menurunkan bolanya, bersiap untuk
mendarat dilandasan berwarna hitam dengan garis putih panjang di tengahnya.
Mata Elsa memandang keluar jendela. tak pernah tersirat di benaknya untuk tinggal di tempat itu. Suasana hati Elsa mulai kacau, dia
tak bisa membayangkan bagaimana dia hidup ditempat yang baru, dengan suasana
yang baru, logat yang baru, bahkan teman yang baru atau tidak sama sekali
memiliki teman.
Yang
menjadi pertanyaan-nya, apakah tempat itu sama seperti Kota Jakarta tempat dia
tinggal dulu, yang ramai dengan sejuta kesibukan penduduknya? Kemacetan? Hingga
banjir? Atau mungkin lebih parah dari itu?
Teringat
ketika Elsa harus bergegas kesekolah. Berangkat dari rumah sekitar pukul enam
pagi. tapi apa daya, kemacetan kota membuat dia di sambut dengan pagar besi
yang telah tertutup.
“ Ah, Pak
Satpam, ayolah... hari ini aku ada ujian, mana mungkin aku harus meninggalkan
ujian itu hanya karena terlambat. Ayolah sekali ini saja, Pak?”
Bujuk Elsa
kepada Satpam yang berumur 43 tahun itu dengan berpakaian seragam satpamnya yang rapih.
“makanya,
bangun lebih pagi lagi. Pasti kamu terlambat karena bangunnya juga telat yah?”
Kata satpam
itu sambil menjauhi pagar yang telah di kunci itu, dengan kunci yang tampak sedikit keluar
dan berada di saku kanan celana.
“Aku
terbangun pagi kok. Sekolah saja yang terlalu cepat membunyikan bel”
Runtuk Elsa
lalu pergi meninggalkan sekolah, dengan memikirkan ujian susulan yang akan di hadapinya
nanti.’ Tak bisakah bel sekolah di bunyikan saat aku berada dalam lingkungan
sekolah terlebih dahulu’ Runtuk Elsa lagi dalam hatinya.
“Elsa...
Elsa... cepat, mereka sudah menunggu kita”
Tiba-tiba
suara Mama Elsa menyadarkan Elsa untuk segera turun dari pesawat. Segera Elsa
berdiri dari bangku ia duduk dan menuju tempat pengambilan barang.
Elsa
mengambil koper berwarna biru langit lalu menyeret koper itu,
berjalan dengan sepatu kets putih yang dipakainya menuju pintu keluar. Suasana
bandara yang ramai akan orang-orang yang mengantar sanak saudara mereka ataupun
menyambut kedatangan orang, seperti mereka yang di sana.
Dari jauh tampak seorang wanita tua bersama dua orang wanita yang tampak lebih
muda, dan seorang pria berumur sekitar empatpuluh-an. Mereka melambaikan tangan
ke arah Elsa dan Mama-nya. Wajah mereka pun tak asing lagi, Elsa sering melihat
mereka dalam album foto yang di simpan Mama Elsa. Elsa teringat dengan album-album itu.
“mama lagi
ngapain?”
Tanya Elsa
ketika melihat Mama nya sedang merapihkan lemari yang berada di ruang
tamu rumah mereka. Terlihat banyak buku dan album foto yang tergeletak di lantai.
Elsa mengambil sebuah album foto yang besar, lalu membuka lembarannya satu per
satu.
“mama lagi
beresin, buku-buku dan album-album foto. Maunya sih, buku-buku yang tidak
terpakai ini mau mama sumbangkan. Kamu lihat album foto mama tidak? Warna cover albumnya silver terus ada pitanya”
“yang ini
Ma?”
Sambil
menunjukkan album yang sedang di lihatnya.
“ah benar,
album ini berisi foto-foto keluarga kita yang ada di Manado. Memang sih,
kebanyakan dari foto-foto ini adalah foto saat mereka masih muda, tapi mama
rasa wajah mereka tidak terlalu berubah. Kamu sudah melihatnya?”
“Pantas
banyak wajah yang aku nggak kenal.”
“Lihat, ini
oma dan opa kamu. Kamu tahu dong, kan oma dan opa sempat datang kemari beberapa
kali.”
“Aku tahu
mereka. Terus yang ini siapa?”
Elsa
menunjuk pada gambar seorang wanita yang berdiri di samping opa-nya.
“Ini, dia
adik mama, di sebelahnya itu suaminya. Nah, yang di sebelah oma kamu itu mama,
terus yang di sebelah papa kamu itu adik laki-laki mama bersama istrinya, jadi
mereka om dan tante kamu.”
“Oh, nantilah
aku akan ketemu mereka juga. Jadi, kenalannya nanti sekalian
bertemu.”
“Kan lebih
baik kalau kamu mulai mengenal mereka dari foto-foto ini.”
Rangkulan wanita
tua itu menyadarkan Elsa yang sedang mengingat akan album foto itu. Elsa tak
sempat mendengar atau mengingat pembicaraan yang ibunya dan orang-orang itu
lakukan, ia menjadi kacau dengan ingatan-ingatan tentang foto-foto di album
itu. Dan yang dia tahu, saat ini mereka sedang menuju mobil yang menjemput
mereka dan akan membawah mereka ketempat Elsa dan ibunya akan tinggal nanti.
Mobil Toyota
Avansa berwarna hitam yang berada di parkiran bandara yang di naiki
Elsa itu mulai meninggalkan bandara, dia berpikir lagi, apakah dia akan melihat
gedung-gedung tinggi pencakar langit seperti di Jakarta? Atau mungkin panas dan
polusi udara dari kendaraan? Atau lebih parah lagi, dia akan tinggal di daerah
yang terpencil, jauh dari sinyal Handphone atau jaringan internet?
Ayolah
Elsa, mana mungkin aku akan pergi ke tempat yang parah seperti
itu. Aku sudah biasa hidup di perkotaan, tidak mungkin mama akan memilih tempat
seperti itu untuk kami tinggali.
Batin Elsa
yang mulai berpikir positif akan tempat tinggal barunya itu, ia mulai membuka
komiknya. Tak ada cara lain baginya untuk menghilangkan jenuh ini selain
mendengarkan lagu dari artis-artis Korea yang ia suka melalui headset dan membaca sebuah komik.
Sementara
itu,
Mama Elsa dan orang-orang yang berada didalam mobil itu asik
berbincang-bincang.
“Mau
singgah ManTos?”
Pertanyaan
oma Elsa itu membuat Elsa melepaskan headset-nya
dan menutup komik yang
sedang di baca miliknya itu.
“apa itu
ManTos?” tanya Elsa, tak mengerti apa yang di katakan
oma-nya
“Manado
Town Squere. Tempat belanja sih, kayak mall gitu. Tapi mereka kan baru tiba,
pasti capek menunggu dan duduk berjam-jam di pesawat, lebih baik nanti saja
perginya. Mereka biar istirahat dulu.”
Jelas tante
Elsa, dan menyarankan agar mereka beristirahat. Elsa melihat handphone-nya, melihat playlist lagu berhenti pada lagu dari Super Junior yaitu From you. Super Junior
adalah salah satu artis yang ia bangga-banggakan.
Elsa
kembali menyimpan komik dan headset-nya,
matanya tertuju akan apa yang ia lihat sepanjang perjalanan menuju tempat
tinggal mereka yang baru. Aku kira disini
tidak ada lapangan golf kata Elsa dalam hati ketika melihat sebuah lapangan golf hijau yang
terbentang luas terlihat dari jalan yang mereka lewati. Dia tidak melihat
gedung-gedung tinggi pencakar langit seperti di Jakarta, ada beberapa gedung yang ia lihat namun tak setinggi gedung-gedung di Jakarta.
Kemacetan disini pun tidak seperti yang dikiranya, mobil hanya berhenti
sebentar lalu berjalan seperti biasa, dan tidak ribut oleh polusi suara
klakson-klakson mobil.
Matanya
tertuju pada sebuah poster yang di gantung di pinggiran
pagar yang tertulis “Kota Manado Kota Tinutuan” dan di bawahnya
dengan tulisan yang lebih kecil “Torang Samua Basudara”. Tinutuan? Apa itu? Elsa cuek dengan hal itu dan terus melihat-lihat
sepanjang perjalanan.
“lihat...
itu kota Manado” kata tante Elsa sambil menunjuk ke jendela mobil.
Terlihat
dari atas lautan biru yang luas dan kota Manado terlihat begitu kecil, tak
hanya laut biru yang membentang saja yang terlihat. Dari atas Kota Manado
terlihat di kelilingi oleh pohon-pohon berwarna hijau, atau masih bisa di katakan
seperti hutan yang belum tersentuh akan tangan-tangan nakal manusia.
“Bagusnya
kalau di lihat saat malam. Nanti kita kembali lagi, ya?!” lanjut tante elsa.
Ya, memang
pemandangan itu begitu indah, Elsa tidak menyadari kalau sepanjang jalan yang
di laluinya bila dilihat dari ketinggian begitu indah. ‘Tunggu dulu,
bila Kota Manado terlihat dari ketinggian, mungkinkah tempat tinggal kami yang
baru jauh dari kota?’ Elsa berkata dalam hati dan mulai khawatir ‘oh, ayolah, setidaknya
di sana harus ada sinyal handphone
dan jaringan internet’ lanjut Elsa.
Sudah
hampir satu jam perjalanan mereka dan belum tiba juga di tempat yang akan
mereka tuju. Sepanjang perjalanan, Elsa tak hanya melihat gedung-gedung atau
desa, banyak bagian dari perjalannya yang di lihat
adalah hutan dan jurang yang begitu curam. Sejenak Elsa tak memikirkan akan keadaan tempat tinggalnya
yang baru, pemandangan yang di lihatnya membuat Elsa
seperti terhipnotis akan pemandangan itu. Yang di lihatnya
adalah kehijauan bukan gedung pencakar langit, yang dirasakannya adalah
kesejukkan bukan panas yang bercampur dengan polusi. Mungkin tempat ini
memiliki keindahan tersendiri yang harus Elsa nikmati dan rasakan.
Mulai
memasuki sebuah kota lagi dalam perjalanan mereka, dan terlihat Sebuah tulisan
“Tomohon Kota Bunga” Bunga? Kembang? batin Elsa.
“wah,
bunga-bunga disini banyak yah? Tampak indah dan segar. Pantas Tomohon mendapat
predikat Kota Bunga.”
Kata Mama
Elsa yang melihat keluar jendela mobil, melihat di mana bunga-bunga tersusun rapih, dengan berbagai warna dan tempat
hiasan.
“Ouh,
Makanya di sebut Kota Bunga yah?” gumam Elsa.
Tomohon
berbeda dengan Manado, bangunan atau tempat belanja di sini
sepertinya lebih sedikit di bandingkan Manado yang
terlihat lebih padat.
‘Apakah di Kota
ini kami akan tinggal? Atau masih harus melewati beberapa kota lagi?’ Elsa
membatin lagi.
Dan mobil
yang terus melaju jelas menyatakan bahwa mereka tidak akan tinggal di kota
Bunga itu.
Daripada
Elsa kembali memikirkan hal-hal yang tidak dia inginkan, mungkin akan lebih
baik bila mencoba memejamkan matanya, bersandar
pada sandaran kursi mobil.
‘Oh,
ayolah, ada apa dengan tempat ini?’ Elsa membuka kembali kedua matanya, belum
sepuluh menit Ia memejamkan matanya, dan bau aneh yang belum pernah ia cium, begitu
menyengat hidungnya, ketika mereka melewati sebuah desa yang jauhnya kira-kira
lima kilometer dari pusat kota Tomohon.
Elsa
melihat orang-orang dalam mobil, mereka tampak biasa dengan bau seperti ini
‘apa penciuman mereka kurang tajam?’ batin Elsa.
Sekarang
memejamkan matanya pun tak ingin lagi, Elsa kembali memandangi pemandangan
sepanjang jalan.
Pemandangan
hijau yang belum berakhir, hingga Elsa melihat gua-gua yang berada di pinggir
jalan. Gua-gua itu tampaknya begitu panjang kedalam, dan ini mengingatkan Elsa
dengan
cerita Daniel yang dilempar kedalam gua singa. ‘mungkin di dalam
sana ada singa? Ngaco !’
‘Pom
bensin!... eung,, banyak mobil. Mungkin terminal... Selamat datang berlomba, Kuda-Kuda
terbaik...’ Elsa membatin ketika melewati tempat-tempat. ‘Sekolah...’
lanjutnya.
Mobil itu
tampak berbelok ke kanan, dan mulai memperlambat laju mobil. Mereka berhenti di sebuah
rumah, dengan beberapa tangga di depannya ketika memasuki
rumah itu. Depan rumah itu, ada sebuah bangunan yang cukup besar, seperti kantor desa. Ya,
itu memang sebuah kantor pertemuan desa.
“Wah,,
akhirnya kita sampai... Langsung beres-beres yah Elsa” kata mama Elsa
“Oh, jadi
ini rumahnya. Ah, iya Ma..”
Elsa
mengambil koper berwarna biru langitnya. Dan membawa koper itu masuk kedalam rumah
yang di cat dengan cat berwarna krem dan sedikit sentuhan warna pink pada bingkai jendela.
“Elsa,
tidurnya di kamar yang didepan yah...” kata oma Elsa sambil membuka kamar itu.
Dinding
dalam kamar di cat
berwarna kuning dan pada pojok kamar ada sebuat lemari, disamping lemari ada
pula sebuah meja rias.
Elsa hanya
tersenyum.
Dia mulai
membuka kopernya, membongkar segala isi dalam koper itu dan menatanya dalam
lemari yang memiliki dua pintu berwarna coklat itu.
“Ma, novel
sama buku-buku Elsa yang masih di Jakarta gimana?”
“Tunggulah,
kata pihak pos sampainya nanti 5 hari lagi. Kan sebelum kita berangkat udah di kirim.”
“oh gitu.
Terus Papa? Gimana? Kapan Papa datang?”
“ya, Papa
kamu masih punya kerja, nanti juga datang kok..”
Elsa
kembali mengatur barang-barangnya setelah mendengar perkataan ibunya itu.
Baju-baju yang berada
dalam koper itu, Elsa masukkan kedalam lemari yang ada di kamar. Dia harus mengatur pula
dimana tempat ia akan menaruh buku-buku dan novel-novelnya yang Make My Life Complete Sinopsis
Make My Life Complete Part 1
Make My Life Complete Part 2
Make My Life Complete Part 3
Make My Life Complete Part 4
Make My Life Complete Part 5
Make My Life Complete Part 6
Make My Life Complete Part 7
Make My Life Complete Part 8
Make My Life Complete Part 9 (Last)
No comments:
Post a Comment