Thursday, 18 December 2014

Make My Life Complete : Part 1

 


TEMPAT YANG BARU
Burung besi yang besar itu tampak mulai menurunkan bolanya, bersiap untuk mendarat dilandasan berwarna hitam dengan garis putih panjang di tengahnya. Mata Elsa memandang keluar jendela. tak pernah tersirat di benaknya untuk tinggal di tempat itu. Suasana hati Elsa mulai kacau, dia tak bisa membayangkan bagaimana dia hidup ditempat yang baru, dengan suasana yang baru, logat yang baru, bahkan teman yang baru atau tidak sama sekali memiliki teman.
Yang menjadi pertanyaan-nya, apakah tempat itu sama seperti Kota Jakarta tempat dia tinggal dulu, yang ramai dengan sejuta kesibukan penduduknya? Kemacetan? Hingga banjir? Atau mungkin lebih parah dari itu?
Teringat ketika Elsa harus bergegas kesekolah. Berangkat dari rumah sekitar pukul enam pagi. tapi apa daya, kemacetan kota membuat dia di sambut dengan pagar besi yang telah tertutup.
“ Ah, Pak Satpam, ayolah... hari ini aku ada ujian, mana mungkin aku harus meninggalkan ujian itu hanya karena terlambat. Ayolah sekali ini saja, Pak?”
Bujuk Elsa kepada Satpam yang berumur 43 tahun itu dengan berpakaian  seragam satpamnya yang rapih.
“makanya, bangun lebih pagi lagi. Pasti kamu terlambat karena bangunnya juga telat yah?”
Kata satpam itu sambil menjauhi pagar yang telah di kunci itu, dengan kunci yang tampak sedikit keluar dan berada di saku kanan celana.
“Aku terbangun pagi kok. Sekolah saja yang terlalu cepat membunyikan bel”
Runtuk Elsa lalu pergi meninggalkan sekolah, dengan memikirkan ujian susulan yang akan di hadapinya nanti.’ Tak bisakah bel sekolah di bunyikan saat aku berada dalam lingkungan sekolah terlebih dahulu’ Runtuk Elsa lagi dalam hatinya.
“Elsa... Elsa... cepat, mereka sudah menunggu kita”
Tiba-tiba suara Mama Elsa menyadarkan Elsa untuk segera turun dari pesawat. Segera Elsa berdiri dari bangku ia duduk dan menuju tempat pengambilan barang.
Elsa mengambil koper berwarna biru langit lalu menyeret koper itu, berjalan dengan sepatu kets putih yang dipakainya menuju pintu keluar. Suasana bandara yang ramai akan orang-orang yang mengantar sanak saudara mereka ataupun menyambut kedatangan orang, seperti mereka yang di sana. Dari jauh tampak seorang wanita tua bersama dua orang wanita yang tampak lebih muda, dan seorang pria berumur sekitar empatpuluh-an. Mereka melambaikan tangan ke arah Elsa dan Mama-nya. Wajah mereka pun tak asing lagi, Elsa sering melihat mereka dalam album foto yang di simpan Mama Elsa. Elsa teringat dengan album-album itu.
“mama lagi ngapain?”
Tanya Elsa ketika melihat Mama nya sedang merapihkan lemari yang berada di ruang tamu rumah mereka. Terlihat banyak buku dan album foto yang tergeletak di lantai. Elsa mengambil sebuah album foto yang besar, lalu membuka lembarannya satu per satu.
“mama lagi beresin, buku-buku dan album-album foto. Maunya sih, buku-buku yang tidak terpakai ini mau mama sumbangkan. Kamu lihat album foto mama tidak? Warna cover albumnya silver terus ada pitanya”
“yang ini Ma?”
Sambil menunjukkan album yang sedang di lihatnya.
“ah benar, album ini berisi foto-foto keluarga kita yang ada di Manado. Memang sih, kebanyakan dari foto-foto ini adalah foto saat mereka masih muda, tapi mama rasa wajah mereka tidak terlalu berubah. Kamu sudah melihatnya?”
“Pantas banyak wajah yang aku nggak kenal.”
“Lihat, ini oma dan opa kamu. Kamu tahu dong, kan oma dan opa sempat datang kemari beberapa kali.”
“Aku tahu mereka. Terus yang ini siapa?”
Elsa menunjuk pada gambar seorang wanita yang berdiri di samping opa-nya.
“Ini, dia adik mama, di sebelahnya itu suaminya. Nah, yang di sebelah oma kamu itu mama, terus yang di sebelah papa kamu itu adik laki-laki mama bersama istrinya, jadi mereka om dan tante kamu.”
“Oh, nantilah aku akan ketemu mereka juga. Jadi, kenalannya nanti sekalian bertemu.”
“Kan lebih baik kalau kamu mulai mengenal mereka dari foto-foto ini.”
Rangkulan wanita tua itu menyadarkan Elsa yang sedang mengingat akan album foto itu. Elsa tak sempat mendengar atau mengingat pembicaraan yang ibunya dan orang-orang itu lakukan, ia menjadi kacau dengan ingatan-ingatan tentang foto-foto di album itu. Dan yang dia tahu, saat ini mereka sedang menuju mobil yang menjemput mereka dan akan membawah mereka ketempat Elsa dan ibunya akan tinggal nanti.
Mobil Toyota Avansa berwarna hitam yang berada di parkiran bandara yang di naiki Elsa itu mulai meninggalkan bandara, dia berpikir lagi, apakah dia akan melihat gedung-gedung tinggi pencakar langit seperti di Jakarta? Atau mungkin panas dan polusi udara dari kendaraan? Atau lebih parah lagi, dia akan tinggal di daerah yang terpencil, jauh dari sinyal Handphone atau jaringan internet?
Ayolah Elsa, mana mungkin aku akan pergi ke tempat yang parah seperti itu. Aku sudah biasa hidup di perkotaan, tidak mungkin mama akan memilih tempat seperti itu untuk kami tinggali.
Batin Elsa yang mulai berpikir positif akan tempat tinggal barunya itu, ia mulai membuka komiknya. Tak ada cara lain baginya untuk menghilangkan jenuh ini selain mendengarkan lagu dari artis-artis Korea yang ia suka melalui headset dan membaca sebuah komik.
Sementara itu, Mama Elsa dan orang-orang yang berada didalam mobil itu asik berbincang-bincang.
“Mau singgah ManTos?”
Pertanyaan oma Elsa itu membuat Elsa melepaskan headset-nya dan menutup komik yang sedang di baca miliknya itu.
“apa itu ManTos?” tanya Elsa, tak mengerti apa yang di katakan oma-nya
“Manado Town Squere. Tempat belanja sih, kayak mall gitu. Tapi mereka kan baru tiba, pasti capek menunggu dan duduk berjam-jam di pesawat, lebih baik nanti saja perginya. Mereka biar istirahat dulu.”
Jelas tante Elsa, dan menyarankan agar mereka beristirahat. Elsa melihat handphone-nya, melihat playlist lagu berhenti pada lagu dari Super Junior yaitu From you. Super Junior adalah salah satu artis yang ia bangga-banggakan.
Elsa kembali menyimpan komik dan headset-nya, matanya tertuju akan apa yang ia lihat sepanjang perjalanan menuju tempat tinggal mereka yang baru. Aku kira disini tidak ada lapangan golf  kata Elsa dalam hati ketika melihat sebuah lapangan golf hijau yang terbentang luas terlihat dari jalan yang mereka lewati. Dia tidak melihat gedung-gedung tinggi pencakar langit seperti di Jakarta, ada beberapa gedung yang ia lihat namun tak setinggi gedung-gedung di Jakarta. Kemacetan disini pun tidak seperti yang dikiranya, mobil hanya berhenti sebentar lalu berjalan seperti biasa, dan tidak ribut oleh polusi suara klakson-klakson mobil.
Matanya tertuju pada sebuah poster yang di gantung di pinggiran pagar yang tertulis “Kota Manado Kota Tinutuan” dan di bawahnya dengan tulisan yang lebih kecil “Torang Samua Basudara”. Tinutuan? Apa itu? Elsa cuek dengan hal itu dan terus melihat-lihat sepanjang perjalanan.
“lihat... itu kota Manado” kata tante Elsa sambil menunjuk ke jendela mobil.
Terlihat dari atas lautan biru yang luas dan kota Manado terlihat begitu kecil, tak hanya laut biru yang membentang saja yang terlihat. Dari atas Kota Manado terlihat di kelilingi oleh pohon-pohon berwarna hijau, atau masih bisa di katakan seperti hutan yang belum tersentuh akan tangan-tangan nakal manusia.
“Bagusnya kalau di lihat saat malam. Nanti kita kembali lagi, ya?!” lanjut tante elsa.
Ya, memang pemandangan itu begitu indah, Elsa tidak menyadari kalau sepanjang jalan yang di laluinya bila dilihat dari ketinggian begitu indah. ‘Tunggu dulu, bila Kota Manado terlihat dari ketinggian, mungkinkah tempat tinggal kami yang baru jauh dari kota?’ Elsa berkata dalam hati dan mulai khawatir ‘oh, ayolah, setidaknya di sana harus ada sinyal handphone dan jaringan internet’ lanjut Elsa.
Sudah hampir satu jam perjalanan mereka dan belum tiba juga di tempat yang akan mereka tuju. Sepanjang perjalanan, Elsa tak hanya melihat gedung-gedung atau desa, banyak bagian dari perjalannya yang di lihat adalah hutan dan jurang yang begitu curam. Sejenak Elsa tak memikirkan akan keadaan tempat tinggalnya yang baru, pemandangan yang di lihatnya membuat Elsa seperti terhipnotis akan pemandangan itu. Yang di lihatnya adalah kehijauan bukan gedung pencakar langit, yang dirasakannya adalah kesejukkan bukan panas yang bercampur dengan polusi. Mungkin tempat ini memiliki keindahan tersendiri yang harus Elsa nikmati dan rasakan.
Mulai memasuki sebuah kota lagi dalam perjalanan mereka, dan terlihat Sebuah tulisan “Tomohon Kota Bunga”  Bunga? Kembang? batin Elsa.
“wah, bunga-bunga disini banyak yah? Tampak indah dan segar. Pantas Tomohon mendapat predikat Kota Bunga.”
Kata Mama Elsa yang melihat keluar jendela mobil, melihat di mana bunga-bunga tersusun rapih, dengan berbagai warna dan tempat hiasan.
“Ouh, Makanya di sebut Kota Bunga yah?” gumam Elsa.
Tomohon berbeda dengan Manado, bangunan atau tempat belanja di sini sepertinya lebih sedikit di bandingkan Manado yang terlihat lebih padat.
‘Apakah di Kota ini kami akan tinggal? Atau masih harus melewati beberapa kota lagi?’ Elsa membatin lagi.
Dan mobil yang terus melaju jelas menyatakan bahwa mereka tidak akan tinggal di kota Bunga itu.
Daripada Elsa kembali memikirkan hal-hal yang tidak dia inginkan, mungkin akan lebih baik bila mencoba memejamkan matanya, bersandar pada sandaran kursi mobil.
‘Oh, ayolah, ada apa dengan tempat ini?’ Elsa membuka kembali kedua matanya, belum sepuluh menit Ia memejamkan matanya, dan bau aneh yang belum pernah ia cium, begitu menyengat hidungnya, ketika mereka melewati sebuah desa yang jauhnya kira-kira lima kilometer dari pusat kota Tomohon.
Elsa melihat orang-orang dalam mobil, mereka tampak biasa dengan bau seperti ini ‘apa penciuman mereka kurang tajam?’ batin Elsa.
Sekarang memejamkan matanya pun tak ingin lagi, Elsa kembali memandangi pemandangan sepanjang jalan.
Pemandangan hijau yang belum berakhir, hingga Elsa melihat gua-gua yang berada di pinggir jalan. Gua-gua itu tampaknya begitu panjang kedalam, dan ini mengingatkan Elsa dengan cerita Daniel yang dilempar kedalam gua singa. ‘mungkin di dalam sana ada singa? Ngaco !’
‘Pom bensin!... eung,, banyak mobil. Mungkin terminal... Selamat datang berlomba, Kuda-Kuda terbaik...’ Elsa membatin ketika melewati tempat-tempat. ‘Sekolah...’ lanjutnya.
Mobil itu tampak berbelok ke kanan, dan mulai memperlambat laju mobil. Mereka berhenti di sebuah rumah, dengan beberapa tangga di depannya ketika memasuki rumah itu. Depan rumah itu, ada sebuah bangunan yang cukup besar, seperti kantor desa. Ya, itu memang sebuah kantor pertemuan desa.
“Wah,, akhirnya kita sampai... Langsung beres-beres yah Elsa” kata mama Elsa
“Oh, jadi ini rumahnya. Ah, iya Ma..”
Elsa mengambil koper berwarna biru langitnya. Dan membawa koper itu masuk kedalam rumah yang di cat dengan cat berwarna krem dan sedikit sentuhan warna pink pada bingkai jendela.
“Elsa, tidurnya di kamar yang didepan yah...” kata oma Elsa sambil membuka kamar itu.
Dinding dalam kamar di cat berwarna kuning dan pada pojok kamar ada sebuat lemari, disamping lemari ada pula sebuah meja rias.
Elsa hanya tersenyum.
Dia mulai membuka kopernya, membongkar segala isi dalam koper itu dan menatanya dalam lemari yang memiliki dua pintu berwarna coklat itu.
“Ma, novel sama buku-buku Elsa yang masih di Jakarta gimana?”
“Tunggulah, kata pihak pos sampainya nanti 5 hari lagi. Kan sebelum kita berangkat udah di kirim.”
“oh gitu. Terus Papa? Gimana? Kapan Papa datang?”
“ya, Papa kamu masih punya kerja, nanti juga datang kok..”
Elsa kembali mengatur barang-barangnya setelah mendengar perkataan ibunya itu.
            Baju-baju yang berada dalam koper itu, Elsa masukkan kedalam lemari yang ada di kamar. Dia harus mengatur pula dimana tempat ia akan menaruh buku-buku dan novel-novelnya yang 



Make My Life Complete Sinopsis
Make My Life Complete Part 1
Make My Life Complete Part 2
Make My Life Complete Part 3
Make My Life Complete Part 4
Make My Life Complete Part 5
Make My Life Complete Part 6
Make My Life Complete Part 7
Make My Life Complete Part 8
Make My Life Complete Part 9 (Last)

No comments: