Thursday, 18 December 2014

Make My Life Complete: Part 5

 

FACEBOOK
Alarm handphone Elsa berbunyi, membangunkan Elsa yang tampak masih letih karena berpanas-panasan dalam upacara kemarin.
            “Sedikit lihat keadaan facebook sebelum bersiap kesekolah deh.” Elsa membuka Opera mini dan mengetik alamat Facebook.com ,beberapa saat tampilan beranda facebook muncul, Elsa menerima sebuah permintaan pertemanan. Melihat waktu yang ada Elsa tampaknya harus segera bersiap, ia segera meng-konfirmasi pertemanan itu dan mengembalikan handphonenya pada tampilan awal. Segera ia menuju kamar mandi dan bersiap untuk kesekolah.
            Sekolah tampaknya masih dalam suasana tujuhbelas-an. Siswa-siswa tampak masih membenah kelas mereka, ada pula yang sedang mengecat pagar mini mereka dengan warnah Merah dan Putih ataupun dipaduhkan dengan warna cerah yang lain.
            Dan tugas untuk seorang anak cewek adalah mengatur di dalam kelas, mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan kelas, mereka begitu sibuk baik yang bekerja di luar maupun di dalam kelas. Maklum saja, sebentar lagi penilaian antar kelas akan dimulai.
            Sebulan berada di sekolah yang baru, Elsa begitu merasakan kembali bagaimana sebuah kehangatan bersama teman.
            “Elsa, nanti malam makan bareng mau?” Sinta yang sedang membersihkan kaca kelas menghampiri Elsa yang sedang menempelkan, poster-poster kecil di dinding yang berwarna putih itu.
            “Dimana? Rumah kamu?” Elsa memastikan tampat mereka akan makan.
            “Pangsit? Kamu udah pernah makan disana?”
            “Pangsit? Kalau pangsit cuma sampai di rencana aja, nggak pernah kesampaian kalau kesana. Boleh, tapi kamu yang traktir yah?”
            “Traktir apa’an? Bayar masing-masinglah. Nanti kapan-kapan kamu aku traktir deh. Okey?” Sinta menunjukkan jempol kanannya.
            “Okey,, jadi pangsit ya?! Roland nggak mau ikut?” Elsa mengalihkan pandangannya keluar kelas, melihat Roland yang sedang mengatur pagar mini.
            “Coba aja ditanya, Roland malas kalau soal makan diluar. Payah!”
            “Oh gitu, jadi sebentar jam berapa?”
            “setengah tujuh, gimana? Nanti aku tunggu kamu didepan toko yang diperampatan itu.”
            “kalau kamu tunggunya didepan toko, kenapa nggak sekalian aja nunggu aku didalam tempat makan? Kan tempat makannya cuma didepan toko.”
            “Kita masuknya barengan gitu, Sa. Aku malu ah kalau nanti masuk sendiri.”
            “Dasar. Ya udah, setengah tujuh kan?
            Sinta menganggukkan kepalanya, kembali melanjutkan tugasnya bersama Elsa.
neomu neomu meotjyo nuni nuni busyeo
Sumeul mot swigesseo tteoli neun girl..
Gee, gee, gee, gee, baby, baby, baby
Gee, gee, gee, gee, baby, baby, baby
oh neomu bukke u reowo
Chyeodabol su eobseo
Sarange ppajyeosseo sujubeun girls...
Gee, gee, gee, gee, baby, baby, baby...
Gee, gee, gee, gee, bab bab bab bab bab bab.
            Suara seperti lantunan lagu terdengar oleh Sinta yang masih membersihkan kaca. Suara itu datang dari sebelah Sinta, dan berasal dari seorang gadis yang masih sibuk menempelkan poster-poster kecil itu.
neomu banjjak banjjak
Nuni busyeo no no no no no
Neomu kkamjjak kkamjjak
Nollan naneun oh oh oh oh oh
Neomu jjarit jjarit
Momi tteollyeo gee gee gee gee gee
Jeojeun nunbit oh yeah
Ioheun hyanggi oh yeah yeah yeah
            Lantunan lagu itu masih berlanjut.
            “Suka K-pop juga kamu, Sa?” tanya Sinta kepada Elsa yang tiba-tiba menghentikan nyanyiannya.
            “Iya, Sin.” Elsa melihat Sinta sambil mengoleskan lem pada poster yang ia pegang.
            “Tadi lagunya Girls Generation ‘kan? Kamu suka mereka?”
            “Suka banget malah. Eh kamu juga tahu Kpop?” tanya Elsa terkejut.
            “Tahu aja, tapi nggak begitu suka atau nge-fans. Aku baru tahu loh kalau kamu suka Kpop.”
            “Hehh, sebenarnya udah lama aku suka Kpop. Sayang kalau kamu tahu Kpop tapi nggak suka atau nge-fans, aku jadi nggak bisa share tentang Kpop sama kamu Sinta.”
            “Kalau kamu mau share tentang Kpop, sama Roland aja. Dia juga suka Korean Pop, loh.”
            “Eh, Roland Kpop, masa?” Elsa melihat keluar, kembali sejenak melihat Roland yang masih sibuk dengan pagar mini untuk kelas mereka bersama beberapa anak laki-laki yang lain.
            “Iya dia tuh Kpop. Cuma dia nggak nunjukin aja kalau disekolah. Aku tahu beberapa artis Kpop itu dari dia loh.”
            “Roland annyeong?” tiba-tiba Elsa berteriak pada Roland yang sedang mengecat pagar mini.
            “Annyeong.” Roland membalas Elsa dengan wajah tersenyum dan meneruskan kembali mengecat pagar yang hampir selesai.
            Elsa sengaja menyapa Roland, sekedar memastikan apa dia benar-benar seorang Kpop fans atau bukan.
***
            Malam yang indah, suasana tujuh belas Agustus masih terasa dengan adanya bendera-bendera dipinggir jalan yang belum diturunkan ditiap rumah. Untuk pertama kalinya Elsa akan merasakan bagaimana rasa pangsit yang ada ditempat itu, apa akan lebih nikmat dari pizza atau malah lebih buruk sehingga Elsa tidak bisa memakannya.
            Dengan handphone yang di genggamnya dan Sinta yang berada di sampingnya, Elsa masuk kedalam rumah makan pangsit itu. Suasana tampak begitu ramai, untunglah ada tempat yang tersisa untuk Elsa dan Sinta.
            “Dua mie pangsit biasa.” Kata Sinta kepada pelayan yang hendak mengambil piring dan gelas kotor bekas pelanggan yang sebelumnya datang, yang duduk ditempat mereka. Mereka duduk saling berhadapan, dengan sandaran kursi yang ada di belakang dan sandaran dinding yang ada di samping mereka.
            “Makan pangsit sama sih Sinta.” Gumam Elsa yang sedang memegang handphone.
            “ngapain Sa?”
            “status dulu lah. Biar teman-teman yang di Jakarta tahu apa aja yang aku lakukan disini.”
            “lebay kamu. Bilang aja kalau Cuma mau update.”
            “bodo. Eh Roland komen status aku?” Mata Elsa menatap tajam layar handphonenya.
            “Apa? Apa dia bilang? Paling dia bilang ‘mie nggak bagus buat kesehatan’ atau ‘makan dirumah lebih enak’ pasti gitu ‘kan?”
            “Nggak, Sin. ‘Kok nggak ngajak?’. Sinta, kamu bilang dia nggak mau diajak kalau makan diluar?”
            “Serius? Bo’ong tuh, palingan kalau diajak langsung, dia nggak mau. Nggak usah dibalas Sa.”
            “begitu yah.”
            Kursi disamping Elsa tiba-tiba diduduki seorang anak cowok yang datang bersama seorang  temannya. Kursi disamping Elsa dan Sinta memang kosong tak ada yang duduk disitu.
            “Disini nggak ada orang kan? Kalau gitu kami duduk disini yah?” kata cowok itu dengan kaus lengan panjang dan celana jeans pendek yang dipakainya.
            “Silahkan!” Elsa mempersilahkan dia duduk dengan kepala yang di anggukkan.
            “makasih! Ran, pesan sana makanannya?” cowok itu menyuruh temannya untuk memesan makanan dan duduk disamping Elsa.
            I got she’ Azar segera menulis kata itu pada akun facebooknya, rasa senang dalam hatinya begitu bergejolak. Azar tak mengira, Randy yang baru kembali dari memesan makanan melihat status terbaru dari Azar. Randy mencoba mencari siapa orang yang dimaksud teman baiknya itu, dan matanya tertuju pada Elsa yang sedang berbincang dengan Sinta.
            ‘pantas punya maksud datang ketempat ini?’ batin Randy diikuti tatapan matanya pada Azar yang asik bermain handphone.
            “Ech, mama belum bisa balik ke sini? Tapi kenapa?” Elsa menjawab sebuah telepon yang masuk, ketika sementara menikmati makan malamnya itu ‘Pangsit’.
Pangsit, makanan dengan mie yang berkuah yang telah dilengkapi dengan bumbu dan daging yang lembut, ditambah dengan kerupuk yang renyah. Membuat makanan ini banyak disukai oleh banyak orang.
            “Papa kamu masih punya pekerjaan disini. Mama belum punya kepastian bisa kesana kapan.”  Kata suara dari telepon itu.
            “Kalau gitu Elsa pindah sekolah aja?”
            Dari samping Elsa terdengar seperti ada suara orang yang tersedak.
            “Zar, nggak apa-apa? Nih minum dulu” Randy memberikan segelas air putih.
            Azar terkejut mendengar kata dari Elsa, dia seperti tak menginginkan gadis yang baru ditemukannya akan menghilang dan tak bisa bertemu dengannya lagi.
            Azar yang tersedak itu membuat Elsa sedikit terganggu dengan pembicaraannya yang di telepon.
            ngaco Elsa! Nggak ada yang boleh pindah-pindah sekolah. Kamu tetap disana, nanti mama dan papa juga akan balik kan Sa. Sudah dulu yah sayang.” Suara dari telepon itu lagi dan akhirnya terputus.
            “kamu mau pindah Sa?” Wajah Sinta berubah sedikit murung.
            “Nggak, Sin. Mama nggak izinin aku pindah.”
            “syukurlah, aku nggak mau kalau kamu pindah. Please, jangan pindah sekolah ya Sa.” Sinta memohon.
            “Nggak akan Sin. Aku disini udah punya kalian.”
            Sinta tersenyum senang mendengar Elsa yang tak jadi untuk pindah sekolah, namun bukan hanya Sinta yang senang, cowok disamping Elsa pun ikut tersenyum.
            Azar seperti memiliki banyak harapan lagi untuk dekat dengan Elsa, dan Randy tahu akan hal itu.
            Pangsit itu memang memuaskan penikmatnya, rasanya ingin menambah seporsi pangsit lagi atau membungkusnya untuk dibawah pulang.
            Elsa dan Sinta berdiri dari tempat mereka duduk, segera ingin kembali pulang.
            “Kapan-kapan kita makan lagi ya, Sin?” Elsa mengajak Sinta agar bisa makan lagi di pangsit.
            “berikut kalau mau makan lagi, baru kita coba ajak si Roland.”
            “benar… benar…” Elsa berkata.
            “Hai!” seseorang seperti memanggil Elsa dan Sinta yang saat itu akan berpisah untuk pulang.
            “Aku Randy.” Dia cowok yang duduk disamping Sinta tadi dan bersama dengan temannya. Dia mengulurkan tangan pada Elsa, bermaksud agar di jabat sebagai tanda perkenalan.
            “Elsa!” kata Elsa yang langsung menjabat tangan Randy.
            “Sinta!” Sinta pun tak lupa menjabat tangan Randy.
            “dan ini teman aku.” Kata Randy yang sedikit mendorong Azar
            “Azar!” Azar mengulurkan tangannya, gugup, berpikir bahwa saat ini Azar berada dekat dan berbicara dengan Elsa.
“Elsa!” Elsa menjabat tangan Azar dengan senyuman di wajahnya.
Jabatan tangan pertama Elsa dan Azar itu membuat Azar seperti terbang kelangit yang gelap, namun dihiasi dengan bintang-bintang dan bulan yang indah.
“sudah ya, Sa! Sampai ketemu besok disekolah.” Sinta berjalan menjauhi Elsa yang masih bersama dengan dua orang yang baru dikenalnya itu.
“dah Sinta.” Elsa melambaikan tangan. “Aku duluan yah. Dah.” Lanjut Elsa kepada dua orang itu.
“Kamu jalan sendiri? Mendingan diantar sama kita” Randy berkata “apalagi kamu cewek, bahaya kalau jalan sediri dimalam-malam begini.”
“nggak apa-apa, rumah aku nggak jauh-jauh amat kok.” Elsa mencoba berjalan lagi.
“tapi lebih baik kalau diantar kan? Kita orang baik-baik kok, nggak usah takut. Pasti kamu takut di apa-apa’in sama kita, makanya nolak diantar.”
“Iya, kayaknya jalanan juga udah sepi.” Azar menambahkan.
“asal nggak nge-repotin kalian aja deh.” Mencoba menghargai akan tawaran dua orang itu, Elsa tampak meng-iyakan agar bisa di antar.
“nggak kok. Zar, nanti aku tunggu kamu didepan lorong yah, kamu antar Elsa aja.” Randy segera berlari menuju tempat parkir motor. Karena untuk datang ketempat makan Azar dan Randy memerlukan kendaraan.
“Udah mau jalan atau gimana?” Azar memberanikan diri untuk bicara.
“Teman kamu?” Elsa menunjuk Randy.
“Dia nggak apa. Dia mau ambil motor.”
“Oh ya udah. Ayo jalan.”
Suasana itu tampak begitu hening karena untuk beberapa waktu tak ada yang berbicara. Sedangkan jalanan menuju rumah Elsa sudah sepi, hanya ada beberapa orang yang berkumpul disebuah warung. Jalan pun tak begitu terang, karena beberapa lampu jalan yang putus belum diganti. Keduanya tampak canggung untuk berbicara antara satu dengan yang lain. Hingga Azar yang memulai pembicaraan.
“Kamu dari SMA Negeri 1 ‘kan?” tanya Azar
“Iya. Kok kamu tahu sih?”
“Aku lihat kamu pas upacara tujuhbelas Agustus kemarin, ada lokasi sekolah diseragam kamu.”
“sebenarnya kamu sekolah dimana sampe lihat aku diupacara?”
“SMA Swasta.”
“oh, sekolah yang jadi tempat upacara waktu itu yah.” Elsa tampak menikmati percakapan mereka yang baru dimulai itu. “Sekolah kalian bagus, aku suka.” Lanjutnya “kamu kelas berapa?”
“kelas sepuluh.” Azar menjawab pertanyaan Elsa.
“sama dong.” Elsa sejenak melihat pada arah Azar walau dalam keadaan yang remang.
“nanti kapan-kapan aku bisa juga dong main di sekolah kamu?”
“Kalau kamu mau kena masalah sih bisa.”
“Masalah? Masalah apa’an?”
“ya masalah saat dimana ada siswa dari sekolah luar yang masuk kedalam lingkungan sekolah. Aku juga bisa kena masalah kalau kamu bilang datang ke SMA Negeri 1 untuk cari aku.”
“iya juga yah. Tapi kalau untuk izin bawah kamu untuk keluar sekolah boleh dong?”
Elsa seketika terdiam “hahh? Maksudnya apa sih? Maksudnya bolos? Gitu?”
“tapi ini minta izin ke guru dulu”
“emang kenapa kamu mau minta izin untuk aku keluar sekolah?”
“jalan-jalan?”
“jalan-jalan nggak harus bolos sekolah kali.”
“berarti kalau tunggu kamu pulang sekolah boleh?”
“belum tentu juga, sih.”
“berarti tetap ada kesempatan bawah kamu jalan-jalan, kalau gitu minta nomor handphone kamu boleh?”
“Buat apa?”
“memang aneh yah, kalau baru kenal udah minta nomor handphone. Aku mau lebih akrab aja kok.”
“nih nomor aku, maaf aku belum hafal sih.” Elsa menunjukkan nomor handphone-nya.
neomu banjjak banjjak
Nuni busyeo no no no no no
Dering handphone Elsa tiba-tiba berbunyi dengan nomor yang tidak dikenalnya atau tidak memiliki nama.
“itu nomor aku.” Azar mengangkat handphonenya
“nanti aku simpan deh.”
“ringtone tadi lagunya Girls Generation yah?”
“Iya, kamu tahu?”
“Aku suka Kpop sih.”
“Aku juga suka Kpop. Nanti kita bahas Kpop bareng yah, teman aku juga ada yang suka Kpop. Habis disini susah nyari teman yang Kpop.”
“Lebih sukanya sih kalau bahasnya cuma kita berdua.” Gumam Azar
“apa?” Elsa bertanya, sedikit mendengar gumam Azar tadi.
“Nggak, iya boleh-boleh.” Azar mencoba mengalihkan agar Elsa tidak penasaran dengan apa yang di katakannya tadi.
Elsa tersenyum dalam malam yang hanya di terangi oleh lampu yang tidak begitu terang.
Senyum itu, senyum itu adalah senyum yang ingin dilihat Azar lagi. Dan untuk pertemuan malam itu Azar mendapatkan sebuah senyuman dari Elsa.
“ini rumah aku. Makasih yah udah temenin aku pulang.” Elsa menunjukkan rumahnya yang masih terang oleh cahaya lampu yang belum dipadamkan.
“lebih aman kalau pulangnya diantar ‘kan? Kapan-kapan kalau kamu pulang sendiri lagi nanti aku anterin pulang deh.”
“nanti nge-repotin. Udah yah aku masuk. Dah.”
“dah.” Azar melambaikan tangannya.
Azar hanya menatap pundak Elsa yang menaiki tangga menuju pintu rumah. Sekarang Azar yang harus berjalan sendiri menuju jalan depan untuk menemui Randy yang telah menunggunya. Walau harus berjalan sendiri, rasa senang yang ada dalam hati Azar menemaninya untuk berjalan. Betapa bahagianya dia malam itu, untuk awal perkenalannya dengan Elsa, Azar menjadi begitu dekat dengannya.
***
Siswa-siswa tampak berjalan menuju sekolah, ada yang berjalan bersama beberapa temannya, ada yang mencuri kesempatan berjalan bersama pacar, ataupun berjalan sendiri seperti Elsa. Dengan tas di punggungnya, dan beberapa buku yang di genggam kedua tangannya, Elsa berjalan dihari sabtu yang cerah itu sendirian.
Mobil berwarna hitam tampak mendekati Elsa, bahkan awalnya berhenti disamping Elsa. Perlahan kaca mobil yang dilapisi riben hitam itu mulai terbuka. Namun, Elsa hanya berjalan terus, tak merasakan bila mobil itu seperti menyapa dan mendekatinya.
“Hei, kamu bisa berhenti nggak?”
Suara dari mobil itu berseru pada Elsa yang kemudian berhenti dan membalikkan badannya.
“kamu sadar nggak kalau didalam mobil ada aku?” lanjut suara dalam mobil itu. Sosok dari pemilik suara itu keluar dari dalam mobil.
“Azar. Kamu nggak sekolah?” Elsa terkejut saat dilihatnya Azar yang turun dari mobil itu.
“Sekolah kami, nggak masuk sekolah kalau hari sabtu. Kamu mau ke Sekolah, kan? Aku temenin mau?”
“Nggak usah, nggak usah Azar.”
“Ayolah Elsa. Kamu lihat tuh. Teman-teman sekolah kamu jalan bareng teman atau pasangan mereka ‘kan?” Azar menunjuk pada siswa-siswa yang sedang berangkat sekolah yang dilihatnya
“Tapi ada juga yang jalan sendiri, sama kayak aku kan?”
“Sekedar lihat depan sekolah kamu boleh dong? ” Azar mencoba memaksa Elsa “Sekalian biar lebih dekat” kata Azar lagi dengan nada yang sedikit menggoda Elsa.
“Kamu maksa, yah?” Elsa mulai berjalan kembali menuju sekolah.
Azar mengikuti berjalan disamping Elsa. ‘Sedikit memaksa nggak apa asal bisa dekat’ batin Azar.
“Setiap hari kamu kesekolah-nya sendiri?” Azar mencoba bertanya agar suasana tidak menjadi hening antara mereka.
“Kadang bareng teman sih. Mobil kamu gimana? Kok ditinggal?”
“Aku udah nyuruh orang yang ngantar tunggu didepan sekolah kamu.”
“oh gitu.” Di ikuti sebuah anggukkan pelan dari Elsa.
“Gimana rasanya sekolah di SMA Negeri?”
“gimana apanya?” Sedikit pandangan Elsa mengarah pada Azar.
“Yah, perasaan kamu sekolah disana. Menyenangkan? Mengesalkan? Atau apalah?”
“Aku nggak bisa ngungkapin-nya, yang pasti aku senang sekolah disana. Anak-anak disana berbeda dengan, anak-anak saat di SMP aku dulu.”
“apa yang beda?” Azar masih mencoba mencari tahu, agar suasana tidak menjadi canggung.
“kamu mau interview aku yah?” Dan lagi, sejenak Elsa melihat Azar, namun kali ini dengan tatapan mata yang tajam.
“Cuma mau tahu aja, Elsa.”
“Pokoknya mereka beda, bahkan begitu berbeda.” Pandangan Elsa kali ini berada di depan, melihat jalan yang ada di depannya.
“Iya sih, setiap orang yang kita temui, pasti memiliki suatu hal yang berbeda. Kita mungkin akan merasakan hal yang berbeda antara mereka. Tapi kita harus ingat, kalau merekalah yang ada disekeliling kita, tanpa kita sadari itu. Sekalipun juga mereka memang nggak menganggap kita.”
Elsa sejenak kembali menatap Azar yang memandang, berjalan kedepan. Sejenak terjadi keheningan antara mereka. Tiba-tiba Azar menyanyikan sebuah lagu dengan nada suara yang tidak begitu kuat.
Hello, hello
narumdaero yongkirul naesseoyo
Hello, hello
jamsi yaeginhallaeyo
Elsa mulai terbawah dengan lantunan lagu Azar, dan ikut bernyanyi bersama walau suaranya tidak begitu terdengar.
Hello, hello
naega jom seotuljin mollado
Who knows eojjeom urin
jal dwiljido molla
“Lagunya Shinee yah?” Elsa bertanya ketika nyanyian dari mereka berhenti.
Azar melihat Elsa “Kamu juga tahu Shinee?”
“Aku ‘kan suka musik Korea, mana mungkin nggak tahu Shinee yang satu menejemen dengan Super Junior dan Girls Generetion.” Elsa tersenyum
eung~ Musik-musik dari Korea Pop memang enak didengar. Tapi aku tetap cinta musik Indonesia.”
Suasana tampak tak hening lagi. Nyanyian Azar itu mencairkan suasana yang sempat hening tadi.
“ah~ aku udah sampai. Aku masuk kesekolah dulu yah. Terima kasih udah temenin aku”
“jadi begini yah suasana pagi di SMA Negeri. Sabtu depan aku temenin lagi boleh?”
“Nggak u...sah.” Elsa ingin mengatakan pada Azar namun Azar terlanjur berjalan menuju mobilnya.



Make My Life Complete Sinopsis
Make My Life Complete Part 1
Make My Life Complete Part 2
Make My Life Complete Part 3
Make My Life Complete Part 4
Make My Life Complete Part 5
Make My Life Complete Part 6
Make My Life Complete Part 7
Make My Life Complete Part 8
Make My Life Complete Part 9 (Last)

No comments: