FACEBOOK
Alarm
handphone Elsa berbunyi, membangunkan Elsa yang tampak masih letih karena
berpanas-panasan dalam upacara kemarin.
“Sedikit lihat keadaan facebook sebelum bersiap kesekolah deh.”
Elsa membuka Opera mini dan mengetik alamat Facebook.com
,beberapa saat tampilan beranda facebook muncul, Elsa menerima sebuah
permintaan pertemanan. Melihat waktu yang ada Elsa tampaknya harus segera
bersiap, ia segera meng-konfirmasi pertemanan itu dan mengembalikan
handphonenya pada tampilan awal. Segera ia menuju kamar mandi dan bersiap untuk
kesekolah.
Sekolah tampaknya masih dalam suasana tujuhbelas-an.
Siswa-siswa tampak masih membenah kelas mereka, ada pula yang sedang mengecat
pagar mini mereka dengan warnah Merah dan Putih ataupun dipaduhkan dengan warna
cerah yang lain.
Dan tugas untuk seorang anak cewek adalah mengatur di dalam
kelas, mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan kelas, mereka begitu sibuk
baik yang bekerja di luar maupun di dalam kelas. Maklum saja, sebentar lagi
penilaian antar kelas akan dimulai.
Sebulan berada di sekolah yang baru, Elsa begitu
merasakan kembali bagaimana sebuah kehangatan bersama teman.
“Elsa, nanti malam makan bareng mau?” Sinta yang sedang
membersihkan kaca kelas menghampiri Elsa yang sedang menempelkan, poster-poster
kecil di dinding yang berwarna putih itu.
“Dimana? Rumah kamu?” Elsa memastikan tampat mereka akan makan.
“Pangsit? Kamu udah pernah makan disana?”
“Pangsit? Kalau pangsit cuma sampai di rencana
aja, nggak pernah kesampaian kalau kesana. Boleh, tapi kamu yang traktir yah?”
“Traktir apa’an? Bayar masing-masinglah. Nanti
kapan-kapan kamu aku traktir deh. Okey?” Sinta menunjukkan jempol kanannya.
“Okey,, jadi pangsit ya?! Roland nggak mau ikut?” Elsa mengalihkan pandangannya keluar
kelas, melihat Roland yang sedang mengatur pagar mini.
“Coba aja ditanya, Roland malas kalau soal makan diluar.
Payah!”
“Oh
gitu, jadi sebentar jam berapa?”
“setengah tujuh, gimana? Nanti aku tunggu kamu didepan
toko yang diperampatan itu.”
“kalau kamu tunggunya didepan toko, kenapa nggak sekalian
aja nunggu aku didalam tempat makan? Kan tempat makannya cuma didepan toko.”
“Kita masuknya barengan gitu, Sa.
Aku malu ah kalau nanti masuk sendiri.”
“Dasar. Ya udah, setengah tujuh kan?”
Sinta menganggukkan kepalanya, kembali melanjutkan tugasnya bersama
Elsa.
neomu neomu meotjyo nuni nuni busyeo
Sumeul mot swigesseo tteoli neun girl..
Gee, gee, gee, gee, baby, baby, baby
Gee, gee, gee, gee, baby, baby, baby
oh neomu bukke u reowo
Chyeodabol su eobseo
Sarange ppajyeosseo sujubeun girls...
Gee, gee, gee, gee, baby, baby, baby...
Gee, gee, gee, gee, bab bab bab bab bab bab.
Suara seperti lantunan lagu terdengar oleh Sinta yang masih
membersihkan kaca. Suara itu datang dari sebelah Sinta, dan berasal dari
seorang gadis yang masih sibuk menempelkan poster-poster kecil itu.
neomu banjjak banjjak
Nuni busyeo no no no no no
Neomu kkamjjak kkamjjak
Nollan naneun oh oh oh oh oh
Neomu jjarit jjarit
Momi tteollyeo gee gee gee gee gee
Jeojeun nunbit oh yeah
Ioheun hyanggi oh yeah yeah yeah
Lantunan lagu itu masih berlanjut.
“Suka K-pop juga kamu, Sa?” tanya Sinta kepada Elsa yang
tiba-tiba menghentikan nyanyiannya.
“Iya, Sin.”
Elsa melihat Sinta sambil mengoleskan lem pada poster yang ia pegang.
“Tadi lagunya Girls
Generation ‘kan? Kamu suka mereka?”
“Suka banget malah. Eh kamu juga tahu Kpop?” tanya Elsa
terkejut.
“Tahu aja, tapi nggak begitu suka atau nge-fans. Aku baru tahu loh kalau kamu suka Kpop.”
“Hehh, sebenarnya udah lama aku suka Kpop. Sayang kalau
kamu tahu Kpop tapi nggak suka atau nge-fans, aku jadi nggak bisa share
tentang Kpop sama kamu Sinta.”
“Kalau kamu mau share
tentang Kpop, sama Roland aja. Dia juga suka Korean Pop, loh.”
“Eh, Roland Kpop, masa?” Elsa melihat keluar, kembali sejenak melihat Roland
yang masih sibuk dengan pagar mini untuk kelas mereka bersama beberapa anak
laki-laki yang lain.
“Iya dia tuh Kpop. Cuma dia nggak nunjukin aja kalau
disekolah. Aku tahu beberapa artis Kpop itu dari dia loh.”
“Roland annyeong?” tiba-tiba Elsa berteriak pada Roland
yang sedang mengecat pagar mini.
“Annyeong.” Roland membalas Elsa dengan wajah tersenyum
dan meneruskan kembali mengecat pagar yang hampir selesai.
Elsa sengaja menyapa Roland, sekedar
memastikan apa dia benar-benar seorang Kpop fans atau bukan.
***
Malam yang indah, suasana tujuh belas Agustus masih
terasa dengan adanya bendera-bendera dipinggir jalan yang belum diturunkan
ditiap rumah. Untuk pertama kalinya Elsa akan merasakan bagaimana rasa pangsit
yang ada ditempat itu, apa akan lebih nikmat dari pizza atau malah lebih buruk sehingga
Elsa tidak bisa memakannya.
Dengan handphone yang di genggamnya dan Sinta yang berada
di sampingnya, Elsa masuk kedalam rumah makan pangsit itu. Suasana tampak
begitu ramai, untunglah ada tempat yang tersisa untuk Elsa dan Sinta.
“Dua mie pangsit biasa.” Kata Sinta kepada pelayan yang
hendak mengambil piring dan gelas kotor bekas pelanggan yang sebelumnya datang, yang duduk ditempat mereka. Mereka duduk saling berhadapan, dengan
sandaran kursi yang ada di belakang dan sandaran dinding yang ada di samping
mereka.
“Makan pangsit sama sih Sinta.” Gumam Elsa yang sedang
memegang handphone.
“ngapain Sa?”
“status dulu lah. Biar teman-teman yang di Jakarta tahu
apa aja yang aku lakukan disini.”
“lebay kamu. Bilang aja kalau Cuma mau update.”
“bodo’. Eh… Roland komen status aku?” Mata Elsa menatap tajam layar handphonenya.
“Apa? Apa dia bilang? Paling dia bilang ‘mie nggak bagus
buat kesehatan’ atau ‘makan dirumah lebih enak’ pasti gitu ‘kan?”
“Nggak, Sin. ‘Kok nggak ngajak?’. Sinta, kamu bilang dia
nggak mau diajak kalau makan diluar?”
“Serius? Bo’ong tuh, palingan kalau diajak langsung, dia
nggak mau. Nggak usah dibalas Sa.”
“begitu yah.”
Kursi disamping Elsa tiba-tiba diduduki
seorang anak cowok yang datang bersama seorang
temannya. Kursi disamping Elsa dan Sinta memang kosong tak ada yang
duduk disitu.
“Disini nggak ada orang kan? Kalau gitu kami duduk disini
yah?” kata cowok itu dengan kaus lengan panjang dan celana jeans pendek yang dipakainya.
“Silahkan!” Elsa mempersilahkan dia duduk dengan kepala yang di anggukkan.
“makasih! Ran, pesan sana makanannya?” cowok itu menyuruh
temannya untuk memesan makanan dan duduk disamping Elsa.
‘I got she’
Azar segera menulis kata itu pada akun facebooknya, rasa senang dalam hatinya
begitu bergejolak. Azar tak mengira, Randy yang baru kembali dari memesan
makanan melihat status terbaru dari Azar. Randy mencoba mencari siapa orang
yang dimaksud teman baiknya itu, dan matanya tertuju pada Elsa yang sedang
berbincang dengan Sinta.
‘pantas punya
maksud datang ketempat ini?’ batin Randy diikuti tatapan matanya pada Azar yang asik bermain handphone.
“Ech, mama belum bisa balik ke sini? Tapi kenapa?” Elsa
menjawab sebuah telepon yang masuk, ketika sementara menikmati makan malamnya
itu ‘Pangsit’.
Pangsit,
makanan dengan mie yang berkuah yang telah dilengkapi dengan bumbu dan daging
yang lembut, ditambah dengan kerupuk yang renyah. Membuat makanan ini banyak
disukai oleh banyak orang.
“Papa kamu masih
punya pekerjaan disini. Mama belum punya kepastian bisa kesana kapan.” Kata suara dari telepon
itu.
“Kalau gitu Elsa pindah sekolah aja?”
Dari samping Elsa terdengar seperti ada suara orang yang
tersedak.
“Zar, nggak apa-apa? Nih minum dulu” Randy memberikan segelas air
putih.
Azar terkejut mendengar kata dari Elsa, dia seperti tak
menginginkan gadis yang baru ditemukannya akan menghilang dan tak bisa bertemu
dengannya lagi.
Azar yang tersedak itu membuat Elsa sedikit terganggu
dengan pembicaraannya yang di telepon.
“ngaco Elsa! Nggak ada
yang boleh pindah-pindah sekolah. Kamu tetap disana, nanti mama dan papa juga
akan balik kan Sa. Sudah dulu yah sayang.” Suara dari telepon itu lagi dan
akhirnya terputus.
“kamu mau pindah Sa?” Wajah Sinta berubah sedikit murung.
“Nggak, Sin. Mama nggak izinin aku pindah.”
“syukurlah, aku nggak mau kalau kamu pindah. Please,
jangan pindah sekolah ya Sa.” Sinta memohon.
“Nggak akan Sin. Aku disini udah punya kalian.”
Sinta tersenyum senang mendengar Elsa yang tak jadi untuk
pindah sekolah, namun bukan hanya Sinta yang senang, cowok
disamping Elsa pun ikut tersenyum.
Azar seperti memiliki banyak harapan lagi untuk dekat
dengan Elsa, dan Randy tahu akan hal itu.
Pangsit itu memang memuaskan penikmatnya, rasanya ingin
menambah seporsi pangsit lagi atau membungkusnya untuk
dibawah pulang.
Elsa dan Sinta berdiri dari tempat mereka duduk, segera
ingin kembali pulang.
“Kapan-kapan kita makan lagi ya,
Sin?” Elsa mengajak Sinta agar bisa makan lagi
di pangsit.
“berikut
kalau mau makan lagi, baru kita coba ajak si
Roland.”
“benar… benar…” Elsa berkata.
“Hai!” seseorang seperti memanggil Elsa dan Sinta yang
saat itu akan berpisah untuk pulang.
“Aku Randy.” Dia cowok yang duduk disamping Sinta tadi
dan bersama dengan temannya. Dia mengulurkan tangan pada Elsa, bermaksud agar di jabat sebagai tanda perkenalan.
“Elsa!” kata Elsa yang langsung menjabat tangan Randy.
“Sinta!” Sinta pun tak lupa menjabat tangan Randy.
“dan ini teman aku.” Kata Randy yang sedikit mendorong
Azar
“Azar!”
Azar mengulurkan tangannya, gugup, berpikir bahwa saat ini Azar berada dekat
dan berbicara dengan Elsa.
“Elsa!”
Elsa menjabat tangan Azar
dengan senyuman di wajahnya.
Jabatan
tangan pertama Elsa dan Azar itu membuat Azar seperti terbang kelangit yang
gelap, namun dihiasi dengan bintang-bintang dan bulan
yang indah.
“sudah ya, Sa!
Sampai ketemu besok disekolah.” Sinta berjalan menjauhi Elsa yang masih bersama
dengan dua
orang yang baru dikenalnya itu.
“dah
Sinta.” Elsa melambaikan tangan. “Aku duluan yah. Dah.” Lanjut Elsa kepada dua
orang itu.
“Kamu jalan
sendiri? Mendingan diantar sama kita” Randy berkata “apalagi kamu cewek, bahaya
kalau jalan sediri dimalam-malam begini.”
“nggak
apa-apa, rumah aku nggak jauh-jauh amat kok.” Elsa mencoba berjalan lagi.
“tapi lebih
baik kalau diantar kan? Kita orang baik-baik kok, nggak usah takut. Pasti kamu
takut di apa-apa’in sama kita, makanya nolak diantar.”
“Iya,
kayaknya jalanan juga udah sepi.” Azar menambahkan.
“asal nggak
nge-repotin kalian aja deh.”
Mencoba menghargai akan tawaran dua orang itu, Elsa tampak meng-iyakan agar
bisa di antar.
“nggak kok.
Zar,
nanti aku tunggu kamu didepan lorong yah, kamu antar Elsa aja.” Randy segera
berlari menuju tempat parkir motor. Karena untuk datang ketempat makan Azar dan
Randy memerlukan kendaraan.
“Udah mau
jalan atau gimana?” Azar memberanikan diri untuk bicara.
“Teman
kamu?” Elsa menunjuk Randy.
“Dia nggak
apa. Dia mau ambil motor.”
“Oh ya
udah. Ayo jalan.”
Suasana itu
tampak begitu hening karena untuk beberapa waktu tak ada yang berbicara. Sedangkan
jalanan menuju rumah Elsa sudah sepi, hanya ada beberapa orang yang berkumpul
disebuah warung. Jalan pun tak begitu terang, karena beberapa lampu jalan yang
putus belum diganti. Keduanya tampak canggung untuk berbicara antara satu
dengan yang lain. Hingga Azar yang memulai pembicaraan.
“Kamu dari
SMA Negeri 1 ‘kan?” tanya Azar
“Iya. Kok
kamu tahu sih?”
“Aku lihat
kamu pas upacara tujuhbelas Agustus kemarin, ada lokasi sekolah diseragam
kamu.”
“sebenarnya
kamu sekolah dimana sampe lihat aku diupacara?”
“SMA
Swasta.”
“oh,
sekolah yang jadi tempat upacara waktu itu yah.” Elsa tampak menikmati
percakapan mereka yang baru dimulai itu. “Sekolah kalian bagus, aku suka.”
Lanjutnya “kamu kelas berapa?”
“kelas
sepuluh.” Azar menjawab
pertanyaan Elsa.
“sama
dong.” Elsa sejenak melihat pada arah Azar walau
dalam keadaan yang remang.
“nanti
kapan-kapan aku bisa juga dong main di sekolah kamu?”
“Kalau kamu
mau kena masalah sih bisa.”
“Masalah?
Masalah apa’an?”
“ya masalah
saat dimana ada siswa dari sekolah luar yang masuk kedalam lingkungan sekolah.
Aku juga bisa kena masalah kalau kamu bilang datang ke SMA Negeri 1 untuk cari
aku.”
“iya juga
yah. Tapi kalau untuk izin bawah kamu untuk keluar sekolah boleh dong?”
Elsa
seketika terdiam “hahh? Maksudnya apa sih? Maksudnya bolos? Gitu?”
“tapi ini
minta izin ke guru dulu”
“emang
kenapa kamu mau minta izin untuk aku keluar sekolah?”
“jalan-jalan?”
“jalan-jalan
nggak harus bolos sekolah kali.”
“berarti
kalau tunggu kamu pulang sekolah boleh?”
“belum
tentu juga, sih.”
“berarti
tetap ada kesempatan bawah kamu jalan-jalan, kalau gitu minta nomor handphone kamu boleh?”
“Buat apa?”
“memang
aneh yah, kalau baru kenal udah minta nomor handphone. Aku mau lebih akrab aja
kok.”
“nih nomor
aku, maaf aku belum hafal sih.” Elsa menunjukkan nomor handphone-nya.
neomu banjjak banjjak
Nuni busyeo no no no no no
Dering
handphone Elsa tiba-tiba berbunyi dengan nomor yang tidak dikenalnya atau tidak
memiliki nama.
“itu nomor
aku.” Azar mengangkat handphonenya
“nanti aku
simpan deh.”
“ringtone
tadi lagunya Girls Generation yah?”
“Iya, kamu
tahu?”
“Aku suka
Kpop sih.”
“Aku juga
suka Kpop. Nanti kita bahas Kpop bareng yah, teman aku juga ada yang suka Kpop.
Habis disini susah nyari teman yang Kpop.”
“Lebih
sukanya sih kalau bahasnya cuma kita berdua.” Gumam Azar
“apa?” Elsa bertanya, sedikit mendengar gumam
Azar tadi.
“Nggak, iya
boleh-boleh.” Azar mencoba
mengalihkan agar Elsa tidak penasaran dengan apa yang di katakannya tadi.
Elsa
tersenyum dalam malam
yang hanya di terangi oleh lampu yang tidak begitu terang.
Senyum itu,
senyum itu adalah senyum yang ingin dilihat Azar lagi. Dan untuk pertemuan
malam itu Azar mendapatkan sebuah senyuman dari Elsa.
“ini rumah
aku. Makasih yah udah temenin aku pulang.” Elsa menunjukkan rumahnya yang masih
terang oleh cahaya lampu yang belum dipadamkan.
“lebih aman
kalau pulangnya diantar ‘kan? Kapan-kapan kalau kamu pulang sendiri lagi nanti
aku anterin pulang deh.”
“nanti
nge-repotin. Udah yah aku masuk. Dah.”
“dah.” Azar melambaikan tangannya.
Azar hanya
menatap pundak Elsa yang menaiki tangga menuju pintu rumah. Sekarang Azar yang
harus berjalan sendiri menuju jalan depan untuk menemui Randy yang telah
menunggunya. Walau harus berjalan sendiri, rasa senang yang ada dalam hati Azar
menemaninya untuk berjalan. Betapa bahagianya dia malam itu, untuk awal
perkenalannya dengan Elsa, Azar menjadi begitu dekat dengannya.
***
Siswa-siswa
tampak berjalan menuju sekolah, ada yang berjalan bersama beberapa temannya,
ada yang mencuri kesempatan berjalan bersama pacar, ataupun berjalan sendiri
seperti Elsa. Dengan tas di punggungnya, dan beberapa buku yang di genggam kedua tangannya,
Elsa berjalan dihari sabtu yang cerah itu sendirian.
Mobil
berwarna hitam tampak mendekati Elsa, bahkan awalnya berhenti disamping Elsa.
Perlahan kaca mobil yang
dilapisi riben hitam itu mulai terbuka.
Namun, Elsa hanya berjalan terus, tak merasakan bila mobil itu seperti menyapa
dan mendekatinya.
“Hei, kamu
bisa berhenti nggak?”
Suara dari
mobil itu berseru pada Elsa yang kemudian berhenti dan membalikkan badannya.
“kamu sadar
nggak kalau didalam mobil ada aku?” lanjut suara dalam mobil itu. Sosok
dari pemilik suara itu keluar dari dalam mobil.
“Azar. Kamu
nggak sekolah?” Elsa terkejut saat dilihatnya Azar yang turun dari mobil itu.
“Sekolah
kami, nggak masuk sekolah kalau hari sabtu. Kamu mau ke Sekolah, kan? Aku
temenin mau?”
“Nggak
usah, nggak usah Azar.”
“Ayolah
Elsa. Kamu lihat tuh. Teman-teman sekolah kamu jalan bareng teman atau pasangan
mereka ‘kan?” Azar menunjuk pada siswa-siswa yang sedang berangkat sekolah
yang dilihatnya
“Tapi ada
juga yang jalan sendiri, sama kayak aku kan?”
“Sekedar
lihat depan sekolah kamu boleh dong? ” Azar mencoba memaksa Elsa “Sekalian biar
lebih dekat” kata Azar lagi dengan nada yang sedikit menggoda Elsa.
“Kamu
maksa, yah?” Elsa mulai berjalan kembali menuju sekolah.
Azar
mengikuti berjalan disamping Elsa. ‘Sedikit memaksa nggak apa asal bisa dekat’
batin Azar.
“Setiap
hari kamu kesekolah-nya sendiri?” Azar mencoba bertanya agar suasana tidak
menjadi hening antara mereka.
“Kadang
bareng teman sih. Mobil kamu gimana? Kok ditinggal?”
“Aku udah
nyuruh orang yang ngantar tunggu didepan sekolah kamu.”
“oh gitu.” Di ikuti sebuah anggukkan pelan dari
Elsa.
“Gimana
rasanya sekolah di SMA Negeri?”
“gimana
apanya?” Sedikit pandangan Elsa mengarah pada
Azar.
“Yah,
perasaan kamu sekolah disana. Menyenangkan? Mengesalkan? Atau apalah?”
“Aku nggak
bisa ngungkapin-nya, yang pasti aku senang sekolah disana. Anak-anak disana
berbeda dengan, anak-anak saat
di SMP aku dulu.”
“apa yang
beda?” Azar masih mencoba mencari tahu, agar
suasana tidak menjadi canggung.
“kamu mau interview aku yah?” Dan lagi, sejenak Elsa melihat Azar,
namun kali ini dengan tatapan mata yang tajam.
“Cuma mau
tahu aja, Elsa.”
“Pokoknya
mereka beda, bahkan begitu berbeda.” Pandangan Elsa kali ini berada di depan, melihat jalan yang ada di
depannya.
“Iya sih,
setiap orang yang kita temui, pasti memiliki suatu hal yang berbeda. Kita
mungkin akan merasakan hal yang berbeda antara mereka. Tapi kita harus ingat,
kalau merekalah yang ada disekeliling kita, tanpa kita sadari itu.
Sekalipun juga mereka memang nggak menganggap kita.”
Elsa
sejenak kembali menatap Azar yang memandang, berjalan kedepan. Sejenak terjadi
keheningan antara mereka. Tiba-tiba Azar menyanyikan sebuah lagu dengan nada
suara yang tidak begitu kuat.
Hello, hello
narumdaero yongkirul naesseoyo
Hello, hello
jamsi yaeginhallaeyo
Elsa
mulai terbawah dengan lantunan lagu Azar, dan ikut bernyanyi bersama walau
suaranya tidak begitu terdengar.
Hello, hello
naega jom seotuljin mollado
Who knows eojjeom urin
jal dwiljido molla
“Lagunya
Shinee yah?” Elsa bertanya
ketika nyanyian dari mereka berhenti.
Azar
melihat Elsa “Kamu juga tahu Shinee?”
“Aku ‘kan suka musik Korea,
mana mungkin nggak tahu Shinee yang satu menejemen dengan Super Junior dan
Girls Generetion.” Elsa tersenyum
“eung~ Musik-musik
dari Korea Pop memang enak didengar. Tapi
aku tetap cinta musik Indonesia.”
Suasana
tampak tak hening lagi. Nyanyian Azar itu mencairkan suasana yang sempat hening
tadi.
“ah~ aku
udah sampai. Aku masuk kesekolah dulu yah. Terima kasih udah temenin aku”
“jadi
begini yah suasana pagi di SMA Negeri. Sabtu depan aku temenin lagi boleh?”
“Nggak
u...sah.” Elsa ingin mengatakan pada Azar namun Azar terlanjur berjalan menuju
mobilnya.
Make My Life Complete Part 1
Make My Life Complete Part 2
Make My Life Complete Part 3
Make My Life Complete Part 4
Make My Life Complete Part 5
Make My Life Complete Part 6
Make My Life Complete Part 7
Make My Life Complete Part 8
Make My Life Complete Part 9 (Last)
No comments:
Post a Comment