DIA YANG MENGUBAH SIKAP
“Hai! aku
Dita, anak kelas 7-1. Kamu di kelas ini juga kan? Nama
kamu siapa?” sapa’an gadis dengan rambutnya yang di kepang satu, dengan percaya
dirinya mendekati dan ingin berkenalan dengan Elsa.
“aku Elsa.”
Jawab Elsa datar yang saat itu sedang membaca sebuah komik.
Sikap
dingin Elsa ketika baru menginjak bangku SMP itu membuat banyak teman-temannya
tidak berani mendekati Elsa. Selain karena keluarga Elsa yang di anggap
terpandang dan di kenal banyak oleh orang tua siswa yang lain, juga
sering bertemu bila ada pertemuan perusahaan.
“Komik yah?
Kamu suka komik apa? Misteri? Romantis? Lucu? Kalau aku sih lebih
suka komik Misteri, apalagi yang
Detektife Conan itu loh. Keren!” kata Dita yang penuh semangat.
Elsa hanya
menatap gadis yang duduk disampingnya itu. Terlihat kalau gadis itu
menginginkan sesuatu dari Elsa.
“Aku
dengar. Orang tua kamu banyak di kenal oleh orang tua siswa di sini.
Udah gitu pas ada pertemuan katanya kamu dingin ama anak-anak yang kamu temui.”
Dita ceplas ceplos namun Elsa tetap
tak menghiraukannya.
“Tadi pagi
aku lihat kamu diantar mama kamu. Mama kamu cantik deh.” Lanjut Dita
“Terima
kasih.” Kata Elsa
ketika Dita memuji Mamanya.
“Mama aku
sering cerita loh kalau mama kamu itu baik banget...” lanjut Dita.
“Udah
selesai...?” Elsa mulai jengkel, sebal mendengar kata-kata Dita yang sok akrab.
“Belum...”
“terus
sampai kapan? Sampai kapan kamu mau ganggu ketenangan aku?”
“sampai
kamu tersenyum..” kata Dita.
Elsa
terdiam dan membatin ‘tersenyum? Apa’an sih? Aneh deh.’
“aku ingin
melihat kamu senyum.” Lanjut Dita dengan senyum kecil di bibirnya.
“okey..
tapi setelah aku tersenyum kamu bakal pergi kan?”
Dita
menganggukkan kepala sambil tersenyum. Berharap banyak jika Elsa akan
memberikan dia sebuah senyuman.
Elsa
tersenyum dengan terpaksa, mencoba melebarkan bibirnya menjadi sebuah
lengkungan tanda ia tersenyum. “Udah ‘kan?”
“kamu nggak
sepenuhnya senyum.” Dita tampak tak puas “Itu bukan senyuman yang aku
inginkan.”
“Aku kan
udah senyum? Mau kamu kayak gimana sih?”
“Aku ingin
kamu senyum, kayak tadi pagi. Pas mama kamu masuk ke mobil. Coba anggap aku
sebagai mama kamu.”
Elsa
mencoba, mencoba tersenyum seperti yang di inginkan
Dita.
“itu dia.
Aku nggak tahu kalau hati kamu ikut tersenyum atau enggak, tapi itu yang aku
ingin lihat, senyum bibir kamu yang murni pasti di ikuti dengan eyesmile kamu. Terima kasih Elsa.” Dita
pergi dengan kepuasan dihatinya.
‘Eyesmile? Hati yang tersenyum? Apa
istimewanya bagi dia melihat senyumanku?’ Elsa membatin dan melanjutkan membaca
komik yang di pegangnya, ia
tidak mengerti akan maksud dari Dita. Bagi Elsa senyum yang di lakukannya tadi
hanyalah senyum biasa.
***
“Elsa? Udah
mau pulang? Mau di jemput atau mau pulang sendiri?” Dita mendekati Elsa.
“aku mau
naik bus. Nggak ada yang bisa jemput sih.”
“yah udah,
pulang bareng sama aku mau?”
“boleh,
asal nggak nge-repotin.”
“ya enggak
lah. Aku nggak bakal pernah merasa direpotin sama teman terbaikku, apalagi
teman yang memiliki eyesmile indah
kayak kamu.”
“Lebay deh.
Dari awal kita bertemu, jadi kamu cuma suka eyesmile
aku aja gitu?”
“nggak
juga, selain eyesmile kamu, aku ingin mencobah menghangatkan kamu.”
“hangatin
aku?”
“iya. Kamu
itu kan sedingin es dulu, makanya banyak yang takut deketin kamu.”
“nggak gitu
juga kok. Tapi, pas ada siswa yang rambutnya waktu itu di kepang,
nyebelin banget, dia ngubah aku. Makasih Dita, sekarang banyak yang berteman
bahkan dekat ama aku.”
“bye Dita.. bye Elsa.. kita duluan yah.” Dua
gadis yang berjalan bersama tampak melambaikan tangan mereka. Elsa dan Dita membalas
lambaian tangan mereka.
“Elsa..
Dita.. duluan yah.” Seorang gadis melewati mereka.
“tapi kalau
kamu begitu dekat dengan mereka aku jadi takut.” Dita menggandeng tangan Elsa.
“Takut
apa?”
“Kalau
nanti kamu akan bersama mereka terus dan nggak dekat lagi ama aku. Harusnya aku
nggak menghangatkan seorang Ofelsa Inori Yesyurun. Biar aja dia tetap dingin.”
“Ye~ kamu
kok yang mau deketin aku. Tapi tenang aku nggak mungkin ninggalin kamu. I will always by your side Ardita
Stefany.” Elsa tersenyum kepada Dita, sambil menunjukkan senyum yang di ikuti
eyesmile yang suka di lihat
Dita.
“Kalau gitu
beri aku begitu banyak senyuman yang hangat dan eyesmile yang banyak. Terus
berikan juga itu kepada orang lain. Ah itu mobilku udah datang, ayo Sa.” Dita
menunjuk pada mobilnya yang berwarna coklat.
“Pak Somat,
kita antar Elsa dulu yah.” Kata Dita kepada supirnya saat berada di dalam mobil.
“Tapi kita
memutar aja yah, Non Dita. Kalau ikut jalan biasa macet banget, tadi pak Somat
juga agak lama karena macet.” Kata supir yang berumur 44 tahun itu, dan mulai
memacu mobil berwarna coklat itu.
“Pak Somat
tetap ramah yah. Kayaknya berat badan Pak Somat juga bertambah.”
“ah masa?
Mungkin Cuma perasaan Mba Elsa.” Supir itu melirik ke arah kaca spion tengah.
“Pak Somat
emang udah tambah gemuk, habis udah jarang olahraga sejak Papa jadi sering berangkat
ke Ambon. Oh ya, Untung kamu bareng aku Sa. Kalau naik kendaraan umum,
bisa-bisa terjebak macet.”
“iya, aku
memang beruntung karena ada kamu ya Dit.”
“Udah mau
ujian semester genap yah? Nggak terasa udah mau satu tahun kita di SMP ya, Sa?”
Dita bersandar pada kursi mobil.
“Kita bakal
naik kelas. Jadi kakak kelas, ya otomatis kita bakalan punya
banyak adik kelas.”
“iya sih,
tapi aku takut pas mau Ulangan nanti. Paling banyak hasil yang... ah malas
aku mikirinnya.”
“makanya
belajar Dit. Nanti kita belajar bareng, gimana?”
“boleh.
Tapi kita belajarnya di kafe gitu yah?”
“eh~ kafe?
Yang ada bukannya belajar tapi Cuma makan-makan atau jalan-jalan. Nggak.. Nggak..
kita belajarnya di
rumah.”
“hehehh iya
deh. Kamu mau ikut aku sebentar sore nggak?”
“kemana?” Elsa melihat Dita.
“aku mau ke
mall. Mau, beli sesuatu yang aku bakal... Ah, nggak jadi deh. Kamu nggak usah
ikut.”
“Apa sih?
Tadi dia yang ngajak, sekarang malah dia yang nggak kasih. Aku juga
lagi malas keluar rumah.”
“Udah
nyampe Sa. Kayaknya memutar lebih cepat, padahal jaraknya lebih jauh.”
“Walaupun
memutar jauh, tapi kalau nggak macet parah, pasti bakalan lebih cepat, Non.”
Kata Pak Somat.
“Terimakasih
yah Dita tumpangannya. Terimakasih juga Pak Somat.”
Pak Somat
tersenyum,membalas ucapan terimakasih dari Elsa.
“Tunggu Sa.
Bentar dikit yah Pak Somat. Elsa Kamu suka Kpop nggak?” kata Dita, yang menahan
Elsa saat akan membuka pintu
mobil.
“Apa’an
tuh?” Elsa bingung
“Koren Pop.
Coba deh kamu cari yang Super Junior, udah mereka ganteng-ganteng, lagu ama
dancenya juga keren dan enak didengar.”
“oh Korea.
Okey bakal aku coba. Bye, see you ya
Dit.” Elsa keluar dari mobil, lalu menutup pintu mobil.
“Elsa! Smile~ aku pengen lihat senyum kamu yang
terakhir di hari ini.” Tiba-tiba Dita memanggil
“okey~ ini
buat sahabat terbaik
ku Ardita Stefany.”
Elsa
tersenyum menuruti keinginan temannya itu.
“Cantiknya...
sampai jumpa besok Elsa. Simpan senyumnya buat aku yah.” Mobil mulai melaju
Dita menaikkan kaca jendela.
“Super
Junior” Gumam Elsa sambil membuka pagar rumahnya.
***
Pyeongsaeng gyeote
isseulge, I do
Neol saranghanein
geol, I do
Nungwa bigawado
akkyeojumyeonseo, I do
Neoreul
jikyeojulge my love
“Wah, Super Junior, mereka memang ganteng. Suaranya juga
nggak perlu di ragukan. Keren! Dita emang nggak salah kalau
cari idola. Lanjut yang lain ah.” Elsa merasa kagum ketika melihat video musik
dari salah satu boyband Korea itu.
Neoreul cheom boge
dweeosseo
Neol weonhaji
anko gyeondilsuga isseulka
Geuroka chyeoda
bojima
Neowaui game eul
ajik shijak anhaesseo
“wajah dan dance mereka di sini
tampak lebih jelas.” Kata Elsa ketika melihat Video Musik lain dari Super
Junior.
Naegeseo tarojeomeul bwa
Neoui isanghyeong
chaja bwajulteni
Geu namjaga naega
dwega haejulteni
Cause I can’t
stop thinking about you girl
“Elsa makan malam.” Panggil Mama Elsa.
Elsa segera mematikan video dan komputernya. Padahal Elsa
masih ingin melihat dan mendengarkan lagu dari boyband asal Korea Selatan yang
beranggotakan 13 orang itu.
“yeah makan malam yang lengkap. Ada Papa ada Mama. Papa
kan jarang makan malam bareng karena kerja.” Kata Elsa saat berada di meja
makan melihat kedua orang tuanya telah duduk.
“udah cepat. Kamu yang berdoa makan.” Kata papa Elsa.
“Mari kita berdoa.” Elsa dan kedua orangtuanya menutup
mata dan berdoa untuk makan malam itu.
Dalam doa makan Elsa, suara tv yang volumenya sudah
dikecilkan terdengar ditelinga Elsa.
“Amin.” Elsa menutup Doa.
Telah terjadi
kecelakaan di tol dan menewaskan satu orang. Mobil truk pengangkut semen melaju
dengan kecepatan tinggi dan menabrak sebuah mobil berwarna coklat. Sopir truk
semen dan sopir dari mobil berwarna coklat dilarikan kerumah sakit, bersama
korban yang meninggal.
“Mobilnya coklat itu hancur.” Kata Papa Elsa ketika melihat tayangan berita
kecelakaan itu.
“Kayak mobil Dita.” Gumam Elsa. “Warna dan mobilnya
mirip.”
“Iya yah, Papa juga sempat lihat mobil Dita, pas di bawah
ke pertemuan sama orang tuanya. Tapi kan banyak mobil kayak gitu Sa.” Ucap Papa
Elsa sambil mengambil lauk ketika mendengar gumam Elsa.
Diketahui korban
meninggal bernama Ardita Stefany, seorang siswa SMP. Polisi masih menyelidiki
akan kecelakaan itu.
“Dita?” Sendok yang dipegang Elsa tampak jatuh dari
pegangannya.
Papa Elsa segera berdiri dari kursi yang ia duduki “Papa,
mau keluar sebentar.”
“papa mau melihat Dita kan? Elsa ikut.” Elsa tidak
percaya dengan berita tv itu.
“mama juga ikut. Mama mau nguatin batinnya mama Dita.
Mamanya Dita kan teman baik Mama.” Sambung Mama Elsa.
“mama apa’an sih? Kita kan Cuma mau nge-cek. Bukan berarti berita di tv itu
bener loh.” Elsa tak ingin mendengar jika berita itu benar terjadi.
“ya udah kalau kalian ingin ikut. Cepat, pasti banyak
rekan kerja Papa sudah berdatangan disana.” Papa Elsa segera mengambil kunci
mobil.
Suasana di rumah Dita memang mulai ramai, baik rekan
kerja, ataupun kenalan sudah mulai berdatangan. Dengan langkah yang berat, Elsa
memasuki rumah itu. Pembantu Dita tampak duduk di sofa, matanya bengkak,
tampaknya telah lama menangis. Elsa segera menghampiri wanita setengah baya
itu.
“Tante Sum.” Dita segera duduk disamping wanita itu.
“Tante dan om mana?”
“M..Mba Elsa, mereka masih dirumah sakit. Ini nggak benar
Mba. Non Dita keluar dengan senyum diwajahnya.” Kata wanita itu dengan
tersedu-sedu.
“Ah tante Sum. Dita baik-baik aja kok.” Tampak mata Elsa
yang mulai berkaca.
Sebuah sirine berbunyi. Kepala Elsa seperti menjadi
semakin besar,matanya begitu melotot, sedangkan pembantu itu dengan kuat
menahan tangisnya. Mencoba agar tidak menjadi histeris dengan suara sirine itu.
Mama dan Papa Dita, tampak turun dari mobil mereka. Elsa
menatap mereka, menatap mata mereka yang basa, basa dengan air mata. Mama Dita
melihat Elsa, mencoba tersenyum padanya, karena dia tahu Elsa adalah sahabat
terbaik Dita.
Mereka mengangkat jasad itu dan meletakkannya diatas
sebuah tempat tidur yang telah disiapkan. Elsa bangkit dari duduknya, melepas
rangkulannya dari pembantu itu, mencoba untuk mendekati sosok yang telah
menutup mata dan terbujur kaku, namun kakinya begitu berat untuk melangkah.
Setetes air mata, jatuh membasahi pipi Elsa, disusul dengan beberapa tetes yang
tak berhenti jatuh.
Mama Dita tampak mendekati Elsa lalu merangkulnya “Elsa?
Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi pada kita dan orang yang ada
disekitar kita. Kita harus menjalani hidup untuk hari ini dan untuk hari esok
adalah misteri.”
Elsa menatap Mama Dita dengan mata yang tak hentinya
meneteskan air mata. Tak bisa berkata apapun
“ini buat kamu dari Dita. Tadi Dita ke mall untuk beli
ini.” Lanjut Wanita itu sambil memberikan sebuah tas yang berisi tshirt yang bertuliskan Best Friend Forever berwarna biru. Lalu
melepas rangkulannya terhadap Elsa dan duduk di sofa tempat pembantu tadi
duduk. Mama Elsa tampak mendekati, mencoba menguatkan Mama Dita.
“Tenang. Dita sudah senang disana...” Hibur Mama Elsa.
“Kamu benar Diva. Setidaknya dia nggak akan merasa sakit
setelah kecelakaan.” Mama Dita tersenyum dan bersandar pada bahu Diva.
Elsa mendengar itu, namun dia tetap tidak percaya dengan
apa yang terjadi. Elsa melihat kearah Papa Dita yang duduk bersama Papanya,
tampak tegar menerima apa yang terjadi.
Dengan berat langkah Elsa mendekati jasad Dita,
menatapnya untuk yang terakhir kali. ‘Dita bodoh. Karena tshirt ini, semua
terjadi. Kamu terlalu mementingkan persahabatan kita Dit. Aku udah lihat video
Super Junior. Kamu benar, mereka keren, suaranya ama dancenya juga nggak kalah
keren. Tapi aku takut Dit, takut akan menjadi dingin lagi seperti kita pertama
bertemu dan nggak akan ada lagi yang mencoba menghangatkan aku’ Elsa membatin
sambil mengingat awal dia bertemu dengan Dita ‘Oh iya, jadi senyum yang kamu
minta pas didepan rumah aku, itu memang jadi senyum yang terakhir buat kamu ya?
Kenapa kamu nggak bilang? Kalau aku tahu ini akan terjadi, aku akan terus
berada disamping kamu, terus tersenyum disamping kamu.’ Lanjut batinnya lalu
memeluk tshirt yang dipegangnya.
Setelah kepergian Dita, Elsa tak dapat merasakan teman
seperti dia lagi, teman yang berani mendekati dia. Teman yang pertama membuat
Elsa tersenyum disekolah, teman yang menghangatkan hatinya, membuat dia banyak
tersenyum.
Banyak yang tidak begitu dekat lagi dengan Elsa,
teman-temannya terlalu sibuk dengan urusan mereka, urusan yang tidak begitu
penting.
“Elsa... Elsa... bangun...
udah jam satu kamu belum makan.”
Suara itu membangunkan Elsa yang tertidur ketika
mengingat Sahabat lamanya itu.
“Ah iya mama.” Elsa segera
bangun dari tidurnya, mengganti pakaiannya.
Make My Life Complete Sinopsis
Make My Life Complete Part 1
Make My Life Complete Part 2
Make My Life Complete Part 3
Make My Life Complete Part 4
Make My Life Complete Part 5
Make My Life Complete Part 6
Make My Life Complete Part 7
Make My Life Complete Part 8
Make My Life Complete Part 9 (Last)
No comments:
Post a Comment